Selasa, 12 Oktober 2010

REFORMASI PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Dunia penegakan hukum kembali digegerkan oleh beberapa perkara sepele yang menjadi blow up opini media massa. Sebagaimana yang terjadi di situbondo, gara-gara dituduh mencuri buah asem, satu keluarga miskin terpaksa mendekam di dalam jeruji besi Rumah Tahanan Situbondo dan pada 16 September 2010 mereka mulai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo. Keempat terdakwa yang sebelumnya dilaporkan ke polisi atas pencurian 6 kg buah asem itu langsung duduk dikursi pesakitan. Mereka adalah Kamsu alias P.Nurhani (75) dan Sahiya (65) Suryadi (35) dan istrinya bernama Maryati (28) keeempatnya merupakan warga asal Dusun Dempas Desa Jatisari Kecamatan Arjasa dan satu keluarga itu memiliki hubungan keluarga yakni Bapak, Ibu anak dan menantu.
Beberapa informasi menyebutkan bahwa kronologi kejadian berawal ketika keempat terdakwa dituduh telah mencuri buah asam milik Masyani pada awal bulan Juli 2010 silam. Merasa telah dirugikan, Masyani memilih melapor ke Polsek Arjasa hingga pada akhirnya mereka dipanggil pihak penyidik untuk dimintai keterangannya sekaligus satu keluarga itu ditetapkan sebagai tersangka. Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian mereka tidak ditahan, Namun ketika berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan, keempatnya langsung mendekam didalam Rutan Situbondo.
Melihat kasus ini tentu kita teringat dengan kasus beberapa waktu yang lalu, ketika seorang nenek tua renta benama Minah diadili dan divonis bersalah oleh pengadilan karena mencuri 3 buah kakao. Kondisi ini tak pelak mengungkit rasa keadilan yang senantiasa didengung-dengungkan oleh Negara saat ini, yang ternyata nol besar hasilnya. Justru yang terjadi adanya keterusikan rasa keadilan bagi masyarakat. Bagaimana tidak? Para koruptor kelas kakap yang ada di atas seolah tidak tersentuh oleh hukum akan tetapi bagi masyarakat jelata hukum seolah-olah harus ditegakkan. Padahal konstitusi telah mengatur bahwa setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
Hal ini tentunya membuat kita terus bertanya, Mengapa hal demikian senantiasa terjadi? Tidakkah hukum bisa melindungi dan mengayomi masyarakat? Adakah hukum yang bisa melindungi dan mengayomi masyarakat?


Akibat Sistem Hukum dan Peradilan yang Bobrok
Kasus yang menimpa satu keluarga di Situbondo ini merupakan satu dari sekian banyak hasil dari penerapan sistem hukum saat ini. Jika menilik kasus yang terjadi bahwa perkara pencurian buah asam 6 kg ini masih menyisakan persoalan. Karena beberapa informasi menyebutkan bahwa pohon asam yang dicuri oleh keluarga itu berada pada tanah yang disengketakan antara keluarga terlapor dengan keluarga pelapor. Keluarga terlapor menganggap bahwa pohon asam itu adalah pohon mereka sehingga setiap saat, setiap waktu mereka bisa mengambilnya tanpa harus meminta izin kepada siapapun. Sedangkan keluarga pelapor menganggap bahwa pohon asam itu berada di lahan miliknya sehingga buah asam itu menjadi miliknya secara penuh. Melihat fakta ini seharusnya yang menjadi prioritas pertama bagi penegak hukum adalah menentukan status kepemilikan tanah tersebut, karena jika penegak hukum mengabaikan ini maka hal ini jelas merupakan langkah yang salah. Status kepemilikan tanah itu yang harus diperjelas apakah kepemilikan terlapor atau pelapor, jika itu memang kepemilikan terlapor maka yang bersangkutan punya hak untuk mengambil barang yang dimilikinya, akan tetapi jika bukan miliknya, maka kasus itu bisa diproses sesuai hukum yang berlaku dengan melihat tingkat kasusnya. Tentunya penegakan hukum bagi koruptor Rp. 1 milyar dan 1 trilyun berbeda hukumannya dengann pencuri buah asam 6 kg.
Fakta-fakta di atas menjadi bukti nyata dan kuat dari imbas penggunakan sistem peradilan dan hukum yang salah. Dikatakan sebagai sistem peradilan dan hukum yang salah karena ; pertama sistem peradilan dan hukum yang ada saat ini merupakan produk manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, merupakan makhluk yang lemah dan memiliki banyak kekurangan yang bergantung pada yang lain. Bagaimana mungkin manusia bisa membuat sistem peradilan dan hukum untuk mengatur manusia yang lain sementara dia sendiri lemah? Ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan sistem peradilan dan hukum buatan manusia ini, yaitu hukum dibuat berdasarkan asas manfaat, tidak memberikan rasa adil dan efek jera, tidak tegas dalam penerapannya.
Sistem hukum yang dibuat berdasarkan manfaat segelintir manusia, maka sudah pasti tidak akan memberikan rasa adil apalagi efek jera. Bahkan seringkali pelaku pelanggar sistem hukum dan peradilan mengulangi kesalahan-kesalahan mereka. Efeknya penerapan hukum-pun tidak bisa tegas dalam pelaksanaannya. Akan tetapi di sisi lain dalam penerapan hukum jika berhadapan dengan masyarakat jelata, maka hukum seolah-olah menjelma sebagai sesosok yang memiliki wajah garang dan siap menerkam siapa saja.
Sistem peradilan dan hukum saat ini tidak bisa menentramkan jiwa. Rakyat sebagai pihak pertama yang menjadi korban penyelewengan dari penerapan hukum yang salah ini, rakyat merasa sama sekali tidak memiliki tempat untuk mencari keadilan yang berujung pada situasi yang tidak menentramkan jiwa. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau ada opini “Kalau tidak punya uang jangan pernah berharap keadilan”.

Kesempurnaan Hukum Islam sebagai Solusi
Hukum Islam yang merupakan bagian dari sistem hidup yang berasal dari sang Pencipta yang Maha Sempurna sudah terbukti dan teruji mampu menjawab segala persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum islam memiliki 5 kelebihan dibanding hukum buatan manusia yaitu: Pertama, hukum islam sebagai fungsi pencegah. Dikatakan demikian, karena dalam menghukumi pelaku kejahatan hukum Islam tidak pernah kompromi karena penerapannya secara transparan, tegas, dan diperlihatkan ke khalayak umum. Contoh, seorang pencuri apabila sudah memenuhi nishabnya maka harus dihukum potong tangan, dan hukuman ini diterapkan di muka umum, sehingga bisa membuat jera bagi pelaku dan orang lain. Ini berbeda sekali dengan hukum buatan manusia, ketika ada seorang pencuri maka hukumannya tidak sebanding atau tidak dapat membuat jera sehingga bisa mengulangi kejahatannya kembali.
Kedua, hukum islam sebagai penebus dosa. Pada jaman Rasulullah saw. ada seorang wanita, Al Ghomidiyah yang datang kepada beliau bahwa mengaku telah berbuat zina, hingga beliau memastikan kebenaran pengakuan atas perbuatan zinanya. Dan ketika pengakuan tersebut dipastikan benar, kemudian wanita tersebut diberi kesempatan untuk melahirkan hingga menyapih anak yang ada di kandungannya, baru kemudian Rasulullah menerapkan hukuman rajam kepada wanita tersebut. Hal ini terjadi karena para shahabat memahami betul bahwa lebih baik dihukumi di dunia dari pada di akherat. Jadi ketika seorang muslim berbuat maksiyat kemudian dia mengaku dan dihukumi di dunia maka dosa atas perbuatan maksiyat yang telah dilakukan tersebut akan dihapus, asalkan dia tunduk, pasrah dan berserah diri terhadap hukumannya.
Ketiga, hukum Islam selalu mampu menyelesaikan berbagai persoalan hukum sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini terjadi karena Islam diturunkan dalam bentuk “khuthuth ‘Aridhlo” (global). Sehingga ketika suatu saat ada masalah hukum yang berbeda, maka tinggal digali hukumnya. Oleh karena itu hukum Islam dapat menjangkau masa depan. Hukum islam sudah siap dengan berbagai macam persoalan yang ada di masa depan. Tentunya sangat berbeda dengan hukum buatan manusia yang hanya memiliki kepentingan pragmatis. Itulah kesempurnaan hukum yang diturunkan oleh yang Maha Tahu dan Maha Mengatur yaitu Allah Swt.
Keempat, hukum Islam dalam menangani masalah hukum mempunyai sistem yang baik sehingga tidak akan memberikan ruang atau celah bagi seseorang untuk mempermainkan hukum. Hal ini bisa terjadi karena di dalam Islam, (1) Hukuman tidak mengenal istilah banding. Hukum ditetapkan saat itu juga, cepat, dan tegas. Dengan adanya banding di hukum buatan manusia inilah yang justru membuka ruang bagi pihak-pihak untuk berkompromi mengenai hukum sehingga bukan rahasia lagi akhirnya menjadi lahan subur bagi mafia-mafia hukum. (2) Tidak ada BAP, dalam hukum Islam tidak juga mengenal BAP. Dalam Islam penyidikan hanya dilakukan oleh hakim, dan dilakukan secara transparan dan disaksikan secara umum sehingga menutup peluang untuk bisa negosiasi hukum oleh pihak-pihak tertentu. Dalam Islam polisi hanya sebagai mitra kerja hakim untuk mengumpulkan bukti-bukti hukum. Ini jelas sekali berbeda dengan hukum buatan manusia saat ini. Polisi dengan leluasa membuat BAP sesuai keinginan mereka, bahkan untuk mendapat materi dalam BAP terkadang mereka menyiksa orang tanpa dibawa ke pengadilan terlebih dahulu. Bahkan bisa saja BAP dinegosiasi, agar hukuman bisa ringan. (3) Jaksa tidak mempunyai kekebalan hukum. Dalam sistem Islam sebenarnya tidak ada jaksa, yang ada adalah pengacara negara yang mewakili negara ketika ada perselisihan dengan umat. Keberadaan pengacara negara inipun tidak kebal hukum, sehingga ketika mereka mengajukan tuntutan hukum, maka ketika tuntutan itu salah maka mereka akan dikenai hukuman karena merupakan fitnah atas kasus yang ditanganinya. Dan bagi yang melakukan fitnah maka hukumannya adalah ta’zir yang tergantung dari tingkat besar kecilnya imbas fitnah yang dilakukan. Sehingga mereka tidak ada yang bisa bermain-main dengan hukum. (4) Hukum diperlakukan sama kepada seluruh pihak. Dalam sistem hukum Islam berlaku bagi kepala negara, pejabat, polisi, tentara, hakim dan semua warga umum. Hal ini pun pernah terjadi pada zaman Rasulullah, di mana saat itu shahabat Usamah pernah diminta membantu salah satu bangsawan yang sudah terbukti mencuri, untuk meminta keringanan kepada Rasulullah. Rasulullah dengan tegas menolak permintaan ini, bahkan beliau bersabda : ''Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa disebabkan jika orang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukum atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri, maka aku akan potong tangannya.'' (HR Bukhari dan Muslim). Jadi dalam Islam hukum diperlakukan sama. Ini berbeda sekali dengan hukum buatan manusia yang memang dibuat untuk memenuhi keinginan pihak-pihak tertentu.
Kelima, Peradilan merupakan jalan terakhir. Dalam sistem Islam, peradilan merupakan jalan terakhir dilakukan atas perbuatan manusia. Karena tentunya perbuatan-perbuatan maksiat dilatarbelakangi atas seberapa besar pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara. Sebagai contoh kasus pencurian, bahwa bisa saja seseorang melakukan pencurian karena untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Tentunya sebelum hukum tentang pencurian diterapkan maka negara seharusnya memenuhi seluruh kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah penerapan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terpenuhi maka tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk melakukan pencurian. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa peradilan merupakan jalan terakhir setelah penerapan-penerapan hukum yang harus dilakukan oleh negara terkait pemenuhan kebutuhan masyarakat. Adapun terkiat dengan perselisihan antar sesama, maka islam menganjurkan piha-pihak yang dirugikan disarankan untuk saling memaafkan atas kesalahan tersebut. Lima hal inilah yang membedakan antara hukum Islam dengan hukum buatan manusia, tampak jelas bahwa Islam lebih menjamin keadilan bagi setiap manusia.
Oleh karena itu, yang harus dipahami oleh umat saat ini adalah bahwa hukum harus diangkat di atas kepala bukan diletakkan dibawah kaki. Artinya hukum itu dijunjung tinggi pemberlakuannya bagi siapa saja baik negara maupun rakyat, itulah yang dinamakan hukum yang merdeka. Jikalau hukum hanya diberlakukan kepada rakyat tetapi negara kebal terhadap hukum ketika tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada rakyatnya maka itu meletakkan hukum di bawah kaki yang artinya hukum dibuat untuk melakukan penindasan dan itu adalah hukum penjajahan. Sehingga, jelaslah bagi kita, bahwa hukum jahiliyah tidak akan mungkin bisa memberikan ketentraman bagi manusia. Sebagaimana firman surat Al Maidah ayat 50: “Apakah hukum jahiliyah (hukum selain islam) yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah Swt. bagi orang-orang yang yakin”. Wallahua’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar