Sabtu, 30 Oktober 2010

KEKERASAN ADALAH TRADISI BANGSA BARAT

Mukadimah
Opini mengenai Islam inklusif akhir-akhir ini menguat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam muktamar Persatuan Islam (PERSIS), di Tasikmalaya Jabar meminta untuk meningkatkan metode dakwah yang lebih terbuka, teduh dan damai. Dengan metode dakwah seperti ini diharapkan bisa mewujudkan pesan Islam sebagai agama yang menjadi rahmat seluruh alam atau rahmatan lil’alamin. (Kompas 25 September 2010). Pesan hampir serupa juga ditekankan oleh mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, pada forum kuliah umum yang digelar Soegeng Sarjadi School of Government, dengan menyatakan perlunya memperluas inklusifisme (keterbukaan) Islam demi kemajauan ASEAN. Ditambahkan Anwar Ibrahim “Islam di Asia Tenggara memiliki sifat inklusif, toleran dan akomodatif. Tetapi inti Islam tetap dijaga dan dipelihara.” (Kompas 27 September 2010).
Kekerasan yang dilakukan sebagian umat Islam yang sering terjadi akhir-akhir ini, nampaknya menjadi pemicu berkembangnya opini Islam inklusif. Sebagai contoh sebagian umat Islam pendukung fatwa Liga Muslim Dunia (MWL) yang telah menyatakan bahwa Ahmadiyah bukan Islam melakukan kekerasan terhadap penduduk di daerah Manis Lor, Cisalada, dll, yang menjadi anggota jamaah Ahmadiyah beserta asetnya. Demikian juga kekerasan dilakukan sebagian umat Islam yang tidak setuju dengan aktifitas jamaah gereja HKBP di Bekasi yang tidak mengindahkan beberapa aturan. Contoh lain adalah terorisme yang hanya balas dendam dan menakut-nakuti masyarakat. Di Malaysia juga ada ribut-ribut kekerasan yang dilakukan sebagian umat Islam terhadap gereja yang menggunakan kata Allah sebagai pengganti kata Tuhan dalam rangka mengajak orang-orang kepada agama mereka.
Namun demikian, kekerasan yang terjadi sebenarnya dipicu oleh berbagai hal lain, di antaranya:
1. Keterpengaruhan sebagian umat Islam oleh ajaran Barat yang menghalalkan segala cara, termasuk kekerasan, untuk mencapai tujuan yang tidak Islami. Banyak sekali bukti-bukti yang menunjukkan bahwa kekerasan adalah tradisi orang Barat.
2. Adanya di tengah masyarakat yang menyetujui dan membiarkan keterpengaruhan umat Islam kepada budaya kekerasan dari Barat. Bahkan ada yang mendirikan kelompok kekerasan, menggunakan kelompok kekerasan dan budaya kekerasan untuk mencapai kepentingan pribadinya.
3. Pihak lain sengaja memprovokasi sebagian umat Islam untuk melakukan kekerasan.

Memperhatikan berbagai pemicu kekerasan tersebut, terdapat berbagai hal lain yang dapat digagas, selain inklusifisme. Berbagai hal lain tersebut adalah menghilangkan keterpengaruhan terhadap budaya Barat, mengembangkan taat hukum Islam sebagai alternatif budaya kekerasan dan ketegasan terhadap provokasi. Berikut ini penjelasannya:

Larangan Mengikuti Tradisi yang Berasal dari Keyakinan Barat
Agama Islam melarang manusia untuk mengikuti semua tradisi jahiliyah, yaitu tradisi yang berasal dari keyakinan kufur. Allah SWT berfirman dalam surat Al Maidah ayat 50: “Apakah hukum jahiliyah (hukum selain islam) yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah Swt. bagi orang-orang yang yakin” Adapun Rasulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari: “Manusia yang paling dibenci Allah adalah orang yang menghendaki tradisi jahiliyah dalam Islam dan menuntut darah orang lain tanpa hak untuk menumpahkan darahnya.” Termasuk yang dilarang adalah mengikuti tradisi kekerasan yang berasal dari keyakinan Barat. Jadi seharusnya umat Islam tidak mengikuti tradisi kekerasan dari bangsa Barat.
Karena kekerasan adalah tradisi Barat yang dilarang oleh agama Islam, seharusnya umat Islam juga melakukan dakwah agar supaya kekerasan dicampakkan dan ditinggalkan. Dalam hal ini ada dua macam dakwah yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Dakwah kepada bangsa Barat yang memiliki tradisi kekerasan. Diharapkan bangsa Barat memiliki sikap inklusif (terbuka) dan menjauhi sifat eksklusif (tertutup) terhadap kebenaran. Diharapkan bangsa Barat jangan konfrontatif dan menolak kebenaran agama Islam. Bahkan diharapkan mereka menerima keberadaan agama Islam dan menerima bahwa kebenaran dan keselamatan ada pada agama Islam. Sikap terbuka bangsa Barat tersebut akan dengan mudah menghilangkan kekerasan yang selama ini menjadi tradisi mereka.
Adapun pandangan Barat yang salah terhadap agama Islam harus dihilangkan. Sebagai contoh adalah pandangan bahwa agama Islam memperlakukan pemeluk agama lain secara diskriminatif. Pandangan ini tidak benar sama sekali. Semenjak awal diwahyukan, Islam telah bersinggungan dengan agama dan umat lain. Yahudi dan Nashrani adalah dua agama yang saat itu eksis dan mempunyai pengikut di jazirah Arab, disamping agama non samawi seperti Majuzi (Zoroaster) dan pemuja berhala seperti yang dilakukan oleh suku Quraish dan suku-suku Arab yang lainnya. Dengan demikian, persinggungan Islam dengan dengan agama-agama lain sama sekali bukan hal baru, dan tidak terjadi akhir-akhir ini saja. Umat Islam telah berhubungan dengan mereka dalam rentang sejarah yang amat panjang. Dan menyelesaikan permasalahannya, bahkan sebelum orang-orang di jaman kita ini mempermasalahkannya. Jelas sekali bahwa agama Islam memerintahkan umat Islam untuk memperlakukan pemeluk agama lain dengan baik. Sebagai contoh, dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, disebutkan bahwa Beliau mengutus Muadz ke Yaman dan bersabda: “Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum ahli kitab, hendaknya dakwah pertama kali yang kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat laa illaaha illallah. Jika mereka mematuhi yang kamu dakwahkan itu, maka sampaikan bahwa Allah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu dakwahkan itu, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka untuk diberikan kepada orang-orang fakir. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu dakwahkan itu, maka jauhkanlah dirimu dari harta pilihan mereka; dan jagalah dirimu dari doa orang teraniaya, karena sesungguhnya tiada suatu penghalang antara doanya dengan Allah.” (HR Muslim)
2. Dakwah kepada umat Islam yang terpengaruh mengikuti kekerasan yang merupakan tradisi bangsa Barat. Harus dijelaskan bahwa kekerasan adalah tradisi bangsa Barat dan haram hukumnya bagi umat Islam untuk mengikuti berbagai tradisi yang berasal dari keyakinan bangsa Barat. Namun dakwah seperti ini sebaiknya terfokus pada pihak-pihak di tengah umat Islam yang memang terpengaruh tradisi kekerasan dari bangsa Barat. Ulama-ulama dan umat Islam yang baik tidak perlu didakwahi dengan tema seperti ini. Namun politikus yang mendorong umat Islam untuk melakukan kekerasan, untuk kepentingan pribadi dan golongan harus didakwahi semaksimal mungkin.

Ketaatan Hukum
Agama Islam memerintahkan umat manusia untuk menghilangkan kemungkaran menggunakan jalur hukum Islam, bukan jalur kekerasan. Hal itu dapat diketahui dari hadits yang diriwayatkan Imam Muslim yang berasal dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radliyallahu ‘anhu: “Siapa di antara kalian melihat kemungkaran. hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Jika dia belum sanggup maka hendaklah dia menggunakan lisannya. Jika dia masih belum sanggup maka hendaklah dia menggunakan hatinya. Itu adalah selemah-lemah iman. {HR Muslim). Pengertian “merubahnya dengan tangannya” adalah mengubah kemungkaran melalui kekuasaan dan pengertian “merubahnya dengan lisannya” adalah merubah kemungkaran dengan menggunakan lisan dan menjadi saksi di pengadilan, Dengan demikian, jelas sekali bahwa Islam memerintahkan menghilangkan kemungkaran melalui jalur hukum Islam. Sangat aneh kalau di tengah umat Islam ada yang mendirikan organisasi kekerasan dan mendukung organisasi kekerasan. Hal itu bertentangan dengan hadits di atas yang melarang menggunakan kekerasan dalam menghilangkan kemungkaran.

Ketegasan terhadap Provokator
Berbagai kejadian yang melibatkan kekerasan dari sebagian umat Islam disebabkan adanya provokasi. Sebagai contoh penusukan jamaah gereja HKBP terjadi karena adanya pihak yang memprovokasi umat Islam dan umat Kristen. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Dien Syamsudin kepada Media Indonesia dan dimuat 12 September 2010. Masih banyak contoh-contoh lain yang menunjukkan bahwa sebagian umat Islam diprovokasi terlebih dahulu sehingga melakukan kekerasan yang kemudian diopinikan bahwa Islam adalah agama kekerasan. Padahal agama Islam bukanlah agama kekerasan dan agama Islam melarang siapapun untuk melakukan provokasi.
Oleh karena itu provokator yang mendorong kekerasan dilakukan oleh umat Islam, dilakukan oleh aparat atau dilakukan oleh siapa saja, provokator tersebut harus mendapat hukuman yang setimpal. Provokator biasanya melakukan hasutan, maka provokator harus dihadapkan ke pengadilan dan kalau terbukti melakukan provokasi dan hasutan diberikan sanksi bagi provokator dan penghasut tersebut. Dalam hal ini hakim bisa memberikan sanksi yang setimpal. Termasuk kalau provokasi dan hasutan yang dilakukan sangat berat dan menyebabkan fitnah terhadap agama Islam, kekerasan, pertumpahan darah dan hilangnya nyawa orang, pelakunya dapat dikenai sanksi maksimal berupa hukuman mati. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam al Baqarah ayat 191: “fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan”. Dengan cara itu diharapkan orang jera menjadi provokator dan penghasut.

Penutup
Usulan supaya sebagian umat Islam yang suka menggunakan kekerasan bersifat inklusif (terbuka) adalah usulan yang cukup baik. Diharapkan dengan itu sebagian umat Islam tersebut mau introspeksi dan semakin baik dalam memperjuangkan kebenaran. Namun demikian hal itu tidak berarti bahwa umat Islam adalah umat yang suka melakukan kekerasan terhadap umat lain. Umat Islam adalah umat yang rahmatan lil ‘alamiin. Dalil-dalil dalam agama Islam jelas sekali menunjukkan bahwa agama Islam memerintahkan umat Islam untuk tidak diskriminatif dan melakukan kekerasan terhadap bangsa lain.
Selain itu masih perlu langkah-langkah lain untuk menghentikan kekerasan yang semakin marak terjadi. Langkah-langkah tersebut adalah menghilangkan keterpengaruhan umat Islam dari tradisi kekerasan bangsa Barat, mendorong penegakan hukum dan memberikan hukuman tegas bagi para provokator. Termasuk di dalamnya adalah mendorong bangsa Barat untuk menghilangkan kekerasan yang menjadi tradisi mereka. Jika hal ini dilaksanakan, insyaAllah kekerasan dan berbagai keburukan akan sirna dari muka bumi.
READ MORE - KEKERASAN ADALAH TRADISI BANGSA BARAT

Selasa, 12 Oktober 2010

REFORMASI PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Dunia penegakan hukum kembali digegerkan oleh beberapa perkara sepele yang menjadi blow up opini media massa. Sebagaimana yang terjadi di situbondo, gara-gara dituduh mencuri buah asem, satu keluarga miskin terpaksa mendekam di dalam jeruji besi Rumah Tahanan Situbondo dan pada 16 September 2010 mereka mulai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Situbondo. Keempat terdakwa yang sebelumnya dilaporkan ke polisi atas pencurian 6 kg buah asem itu langsung duduk dikursi pesakitan. Mereka adalah Kamsu alias P.Nurhani (75) dan Sahiya (65) Suryadi (35) dan istrinya bernama Maryati (28) keeempatnya merupakan warga asal Dusun Dempas Desa Jatisari Kecamatan Arjasa dan satu keluarga itu memiliki hubungan keluarga yakni Bapak, Ibu anak dan menantu.
Beberapa informasi menyebutkan bahwa kronologi kejadian berawal ketika keempat terdakwa dituduh telah mencuri buah asam milik Masyani pada awal bulan Juli 2010 silam. Merasa telah dirugikan, Masyani memilih melapor ke Polsek Arjasa hingga pada akhirnya mereka dipanggil pihak penyidik untuk dimintai keterangannya sekaligus satu keluarga itu ditetapkan sebagai tersangka. Sejak ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian mereka tidak ditahan, Namun ketika berkasnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan, keempatnya langsung mendekam didalam Rutan Situbondo.
Melihat kasus ini tentu kita teringat dengan kasus beberapa waktu yang lalu, ketika seorang nenek tua renta benama Minah diadili dan divonis bersalah oleh pengadilan karena mencuri 3 buah kakao. Kondisi ini tak pelak mengungkit rasa keadilan yang senantiasa didengung-dengungkan oleh Negara saat ini, yang ternyata nol besar hasilnya. Justru yang terjadi adanya keterusikan rasa keadilan bagi masyarakat. Bagaimana tidak? Para koruptor kelas kakap yang ada di atas seolah tidak tersentuh oleh hukum akan tetapi bagi masyarakat jelata hukum seolah-olah harus ditegakkan. Padahal konstitusi telah mengatur bahwa setiap warga Negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.
Hal ini tentunya membuat kita terus bertanya, Mengapa hal demikian senantiasa terjadi? Tidakkah hukum bisa melindungi dan mengayomi masyarakat? Adakah hukum yang bisa melindungi dan mengayomi masyarakat?


Akibat Sistem Hukum dan Peradilan yang Bobrok
Kasus yang menimpa satu keluarga di Situbondo ini merupakan satu dari sekian banyak hasil dari penerapan sistem hukum saat ini. Jika menilik kasus yang terjadi bahwa perkara pencurian buah asam 6 kg ini masih menyisakan persoalan. Karena beberapa informasi menyebutkan bahwa pohon asam yang dicuri oleh keluarga itu berada pada tanah yang disengketakan antara keluarga terlapor dengan keluarga pelapor. Keluarga terlapor menganggap bahwa pohon asam itu adalah pohon mereka sehingga setiap saat, setiap waktu mereka bisa mengambilnya tanpa harus meminta izin kepada siapapun. Sedangkan keluarga pelapor menganggap bahwa pohon asam itu berada di lahan miliknya sehingga buah asam itu menjadi miliknya secara penuh. Melihat fakta ini seharusnya yang menjadi prioritas pertama bagi penegak hukum adalah menentukan status kepemilikan tanah tersebut, karena jika penegak hukum mengabaikan ini maka hal ini jelas merupakan langkah yang salah. Status kepemilikan tanah itu yang harus diperjelas apakah kepemilikan terlapor atau pelapor, jika itu memang kepemilikan terlapor maka yang bersangkutan punya hak untuk mengambil barang yang dimilikinya, akan tetapi jika bukan miliknya, maka kasus itu bisa diproses sesuai hukum yang berlaku dengan melihat tingkat kasusnya. Tentunya penegakan hukum bagi koruptor Rp. 1 milyar dan 1 trilyun berbeda hukumannya dengann pencuri buah asam 6 kg.
Fakta-fakta di atas menjadi bukti nyata dan kuat dari imbas penggunakan sistem peradilan dan hukum yang salah. Dikatakan sebagai sistem peradilan dan hukum yang salah karena ; pertama sistem peradilan dan hukum yang ada saat ini merupakan produk manusia. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah, merupakan makhluk yang lemah dan memiliki banyak kekurangan yang bergantung pada yang lain. Bagaimana mungkin manusia bisa membuat sistem peradilan dan hukum untuk mengatur manusia yang lain sementara dia sendiri lemah? Ada beberapa akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan sistem peradilan dan hukum buatan manusia ini, yaitu hukum dibuat berdasarkan asas manfaat, tidak memberikan rasa adil dan efek jera, tidak tegas dalam penerapannya.
Sistem hukum yang dibuat berdasarkan manfaat segelintir manusia, maka sudah pasti tidak akan memberikan rasa adil apalagi efek jera. Bahkan seringkali pelaku pelanggar sistem hukum dan peradilan mengulangi kesalahan-kesalahan mereka. Efeknya penerapan hukum-pun tidak bisa tegas dalam pelaksanaannya. Akan tetapi di sisi lain dalam penerapan hukum jika berhadapan dengan masyarakat jelata, maka hukum seolah-olah menjelma sebagai sesosok yang memiliki wajah garang dan siap menerkam siapa saja.
Sistem peradilan dan hukum saat ini tidak bisa menentramkan jiwa. Rakyat sebagai pihak pertama yang menjadi korban penyelewengan dari penerapan hukum yang salah ini, rakyat merasa sama sekali tidak memiliki tempat untuk mencari keadilan yang berujung pada situasi yang tidak menentramkan jiwa. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan kalau ada opini “Kalau tidak punya uang jangan pernah berharap keadilan”.

Kesempurnaan Hukum Islam sebagai Solusi
Hukum Islam yang merupakan bagian dari sistem hidup yang berasal dari sang Pencipta yang Maha Sempurna sudah terbukti dan teruji mampu menjawab segala persoalan yang terjadi dalam kehidupan. Dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum islam memiliki 5 kelebihan dibanding hukum buatan manusia yaitu: Pertama, hukum islam sebagai fungsi pencegah. Dikatakan demikian, karena dalam menghukumi pelaku kejahatan hukum Islam tidak pernah kompromi karena penerapannya secara transparan, tegas, dan diperlihatkan ke khalayak umum. Contoh, seorang pencuri apabila sudah memenuhi nishabnya maka harus dihukum potong tangan, dan hukuman ini diterapkan di muka umum, sehingga bisa membuat jera bagi pelaku dan orang lain. Ini berbeda sekali dengan hukum buatan manusia, ketika ada seorang pencuri maka hukumannya tidak sebanding atau tidak dapat membuat jera sehingga bisa mengulangi kejahatannya kembali.
Kedua, hukum islam sebagai penebus dosa. Pada jaman Rasulullah saw. ada seorang wanita, Al Ghomidiyah yang datang kepada beliau bahwa mengaku telah berbuat zina, hingga beliau memastikan kebenaran pengakuan atas perbuatan zinanya. Dan ketika pengakuan tersebut dipastikan benar, kemudian wanita tersebut diberi kesempatan untuk melahirkan hingga menyapih anak yang ada di kandungannya, baru kemudian Rasulullah menerapkan hukuman rajam kepada wanita tersebut. Hal ini terjadi karena para shahabat memahami betul bahwa lebih baik dihukumi di dunia dari pada di akherat. Jadi ketika seorang muslim berbuat maksiyat kemudian dia mengaku dan dihukumi di dunia maka dosa atas perbuatan maksiyat yang telah dilakukan tersebut akan dihapus, asalkan dia tunduk, pasrah dan berserah diri terhadap hukumannya.
Ketiga, hukum Islam selalu mampu menyelesaikan berbagai persoalan hukum sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini terjadi karena Islam diturunkan dalam bentuk “khuthuth ‘Aridhlo” (global). Sehingga ketika suatu saat ada masalah hukum yang berbeda, maka tinggal digali hukumnya. Oleh karena itu hukum Islam dapat menjangkau masa depan. Hukum islam sudah siap dengan berbagai macam persoalan yang ada di masa depan. Tentunya sangat berbeda dengan hukum buatan manusia yang hanya memiliki kepentingan pragmatis. Itulah kesempurnaan hukum yang diturunkan oleh yang Maha Tahu dan Maha Mengatur yaitu Allah Swt.
Keempat, hukum Islam dalam menangani masalah hukum mempunyai sistem yang baik sehingga tidak akan memberikan ruang atau celah bagi seseorang untuk mempermainkan hukum. Hal ini bisa terjadi karena di dalam Islam, (1) Hukuman tidak mengenal istilah banding. Hukum ditetapkan saat itu juga, cepat, dan tegas. Dengan adanya banding di hukum buatan manusia inilah yang justru membuka ruang bagi pihak-pihak untuk berkompromi mengenai hukum sehingga bukan rahasia lagi akhirnya menjadi lahan subur bagi mafia-mafia hukum. (2) Tidak ada BAP, dalam hukum Islam tidak juga mengenal BAP. Dalam Islam penyidikan hanya dilakukan oleh hakim, dan dilakukan secara transparan dan disaksikan secara umum sehingga menutup peluang untuk bisa negosiasi hukum oleh pihak-pihak tertentu. Dalam Islam polisi hanya sebagai mitra kerja hakim untuk mengumpulkan bukti-bukti hukum. Ini jelas sekali berbeda dengan hukum buatan manusia saat ini. Polisi dengan leluasa membuat BAP sesuai keinginan mereka, bahkan untuk mendapat materi dalam BAP terkadang mereka menyiksa orang tanpa dibawa ke pengadilan terlebih dahulu. Bahkan bisa saja BAP dinegosiasi, agar hukuman bisa ringan. (3) Jaksa tidak mempunyai kekebalan hukum. Dalam sistem Islam sebenarnya tidak ada jaksa, yang ada adalah pengacara negara yang mewakili negara ketika ada perselisihan dengan umat. Keberadaan pengacara negara inipun tidak kebal hukum, sehingga ketika mereka mengajukan tuntutan hukum, maka ketika tuntutan itu salah maka mereka akan dikenai hukuman karena merupakan fitnah atas kasus yang ditanganinya. Dan bagi yang melakukan fitnah maka hukumannya adalah ta’zir yang tergantung dari tingkat besar kecilnya imbas fitnah yang dilakukan. Sehingga mereka tidak ada yang bisa bermain-main dengan hukum. (4) Hukum diperlakukan sama kepada seluruh pihak. Dalam sistem hukum Islam berlaku bagi kepala negara, pejabat, polisi, tentara, hakim dan semua warga umum. Hal ini pun pernah terjadi pada zaman Rasulullah, di mana saat itu shahabat Usamah pernah diminta membantu salah satu bangsawan yang sudah terbukti mencuri, untuk meminta keringanan kepada Rasulullah. Rasulullah dengan tegas menolak permintaan ini, bahkan beliau bersabda : ''Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa disebabkan jika orang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukum atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri, maka aku akan potong tangannya.'' (HR Bukhari dan Muslim). Jadi dalam Islam hukum diperlakukan sama. Ini berbeda sekali dengan hukum buatan manusia yang memang dibuat untuk memenuhi keinginan pihak-pihak tertentu.
Kelima, Peradilan merupakan jalan terakhir. Dalam sistem Islam, peradilan merupakan jalan terakhir dilakukan atas perbuatan manusia. Karena tentunya perbuatan-perbuatan maksiat dilatarbelakangi atas seberapa besar pemenuhan kebutuhan masyarakat oleh negara. Sebagai contoh kasus pencurian, bahwa bisa saja seseorang melakukan pencurian karena untuk memenuhi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya. Tentunya sebelum hukum tentang pencurian diterapkan maka negara seharusnya memenuhi seluruh kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat. Setelah penerapan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan masyarakat terpenuhi maka tidak ada alasan lagi bagi seseorang untuk melakukan pencurian. Inilah yang dimaksud dengan pernyataan bahwa peradilan merupakan jalan terakhir setelah penerapan-penerapan hukum yang harus dilakukan oleh negara terkait pemenuhan kebutuhan masyarakat. Adapun terkiat dengan perselisihan antar sesama, maka islam menganjurkan piha-pihak yang dirugikan disarankan untuk saling memaafkan atas kesalahan tersebut. Lima hal inilah yang membedakan antara hukum Islam dengan hukum buatan manusia, tampak jelas bahwa Islam lebih menjamin keadilan bagi setiap manusia.
Oleh karena itu, yang harus dipahami oleh umat saat ini adalah bahwa hukum harus diangkat di atas kepala bukan diletakkan dibawah kaki. Artinya hukum itu dijunjung tinggi pemberlakuannya bagi siapa saja baik negara maupun rakyat, itulah yang dinamakan hukum yang merdeka. Jikalau hukum hanya diberlakukan kepada rakyat tetapi negara kebal terhadap hukum ketika tidak melaksanakan kewajiban-kewajibannya kepada rakyatnya maka itu meletakkan hukum di bawah kaki yang artinya hukum dibuat untuk melakukan penindasan dan itu adalah hukum penjajahan. Sehingga, jelaslah bagi kita, bahwa hukum jahiliyah tidak akan mungkin bisa memberikan ketentraman bagi manusia. Sebagaimana firman surat Al Maidah ayat 50: “Apakah hukum jahiliyah (hukum selain islam) yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah Swt. bagi orang-orang yang yakin”. Wallahua’lam bisshowab.
READ MORE - REFORMASI PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA