Jumat, 26 November 2010

MEMBANGUN SISTEM PENDIDIKAN YANG IDEAL

Hiruk pikuk dunia pendidikan di Indonesia pada bulan ini terlihat dalam rangkaian perayaan Hari Guru Nasional yang senantiasa di peringati pada setiap tanggal 25 November, ini terlihat dari berbagai macam acara untuk memperingatinya. Pada tahun ini, tema sentral yang diambil dalam perayaan ini adalah “Memacu Peran Strategis Guru dalam Mewujudkan Guru yang Profesional, Bermartabat, dan Sejahtera” dan Subtema adalah “Meningkatkan Profesionalisme, Kesejahteraan, dan Perlindungan Guru melalui Organisasi Profesi Guru yang Kuat dan Bermartabat”.
Kalimat-kalimat di atas adalah jargon tentang usaha bagaimana menjadikan guru mempunyai peran yang penting dalam mencerdaskan generasi berikutnya dengan jalan menjadikan guru sebagai sebuah profesi yang bermartabat dan menyejahterakan. Jargon ini yang senantiasa disampaikan kepada guru yang merupakan pendidik-pendidik dari generasi-generasi muda berikutnya.
Memang ada beberapa hal terkait dengan persoalan guru atau pendidikan secara umum. Guru seakan-akan merupakan penanggungjawab utama baik buruknya generasi muda. Hal ini dilakukan dengan memberikan iming-iming kata-kata kesejahteraan yang bahkan bagi beberapa guru hal tersebut tidak pernah mereka rasakan. Jangankan merasakan, karena hal tersebut merupakan angan-angan yang jauh dari kenyataan. Di sisi lain, dengan kampanye peran guru berbanding lurus dengan kesejahteraan maka, banyak pula guru-guru yang kadang orientasi utamanya bukan dalam rangka mendidik akan tetapi dalam rangka menetapi kebutuhan dia dalam mendapatkan kesejahteraan.
Belum lagi kalau kita melihat output dari pendidikan saat ini yang sangat jauh dari harapan untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Karena terbukti sekarang banyak sekali orang pintar, pandai akan tetapi kepribadiannya cacat karena dia seorang koruptor, mafia hukum. Tentunya dalam peringatan hari guru ini kitapun bertannya, bagaimana sebenarnya peran guru dalam membentuk generasi muda yang berkepribadian yang benar? Salahkah sistem pendidikan kita? Sehingga Output pendidikan sangat jauh dari harapan???

Potret Guru dan Pendidikan di Indonesia
Dunia Guru dan Pendidikan di Indonesia selalu menjadi sorotan masyarakat terutama berkaitan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan nasional. Berulangnya hari pendidikan nasional maupun hari guru nasional rupanya tidak merubah kondisi dunia pendidikan di Indonesia. Slogan-slogan yang dimunculkan dalam peringatan-peringatan tersebut hanyalah sebuah kata-kata manis yang berupa khayalan belaka yang tidak pernah dapat diwujudkan.
Pelayanan pendidikan nasional belum menjangkau seluruh masyarakat khususnya masyarakat miskin, di mana sebagai contoh program yang digembar-gemborkan bahwa pendidikan gratis dengan adanya BOS dan BOP juga tidak bisa dirasakan oleh semua masyarakat. Sebagai contoh kasus yang terjadi di Jakarta, sebanyak 117 siswa TKBM mengaku tidak merasakan bantuan dana dari pemerintah ini yang seharusnya menjadi hak mereka (Pos Kota: 2 Maret 2010). Fakta ini merupakan 1 contoh dari sekian banyak kasus penyelewengan penggunaan dana BOS dalam kegiatan pendidikan di negeri ini. Hal inipun tentunya memperkuat anggapan bahwa negara belum bisa memenuhi kebutuhan pendidikan kepada seluruh warga negara walaupun konstitusi sudah mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapat pendidikan dari negara. Begitu juga dengan kondisi guru yang di beberapa tempat sangat memprihatinkan, hal ini tentunya sangat berbeda sekali dengan kondisi guru pada masa kejayaan islam, dimana guru sangat dihargai jasa-jasanya baik itu pengajar umum atau pengajar agama.
Adapun terkait dengan kualitas pendidikan, sesungguhnya kualitas pendidikan sangat ditentukan pada manajemen penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan pada jaman kolonial hanya diberikan kepada para penguasa serta kaum feodal saja, sementara itu pendidikan rakyat hanya sampai di sekolah-sekolah kelas 2 atau ongko loro. Standar yang dipakai untuk mengukur kualitas pendidikan rakyat pada waktu itu diragukan, karena sebagian besar rakyat tidak memperoleh pendidikan secara layak. Kondisi seperti ini berkembang hingga masa orde lama, pendidikan dimasuki oleh politik praktis atau mulai dijadikan kendaraan politik sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan Orde Lama.
Sedangkan pada masa Reformasi, bidang pendidikan bukan lagi tanggung jawab pemerintah pusat tetapi diserahkan kepada pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, hanya beberapa fungsi saja yang tetap berada di tangan pemerintah pusat. Perubahan dari sistem sentralisasi ke desentralisasi telah membawa konsekuensi-konsekuensi yang jauh di dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pergantian rezim ternyata tidak membuahkan hasil yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di Indonesia, justru pendidikan nasional semakin kehilangan arah tujuan yang hendak dicapai. Salah satu produk yang membuat kualitas pendidikan buruk adalah penetapan bahwa badan pendidikan bukan merupakan badan publik yang mestinya dapat diakses oleh semua orang, akan tetapi malah menjadi badan hukum profit yang memprioritaskan pada keuntungan. Juga berkaitan dengan adanya sistem seleksi dalam setiap jenjang pendidikan yang menjadi jalan bagi pemerintah secara legal membatasi masyarakat untuk mendapatkan haknya dalam bidang pendidikan.

Buah Hasil Bobroknya Gaya Pendidikan Kapitalisme
Dipungkiri atau tidak, bahwa paradigma pendidikan yang saaat ini berjalan adalah paradigma kapitalisme. Karena disadari atau tidak bahwa orientasi pendidikan di negeri ini sedikit banyak untuk mencari keuntungan, hal ini bisa kita lihat dalam beberapa kebijakan pemerintah yang justru mengarah pada swastanisasi pendidikan seperti munculnya UU BHP yang secara jelas mendukung pada arah komersialisasi pendidikan sebagaimana yang dikehendaki kapitalisme.
Gaya Pendidikan Kapitalisme lainnya yang diikuti oleh negeri ini dalam dunia pendidikan adalah dengan pengiriman mahasiswa-mahasiswa ke luar negeri untuk melanjutkan studi di negeri-negeri Barat. Secara kasat mata memang tidak ada yang salah kalau menuntut ilmu sampai pada negara-negara Barat. Yang menjadi pertanyaan adalah mahasiswa-mahasiswa negeri ini dikirim untuk mempelajari dan memahami peradaban-peradaban barat. Tujuannya adalah supaya hegemoni peradaban barat senantiasa dihembuskan kepada para mahasiswa yang belajar tentang peradaban-peradaban barat yang selanjutnya akan menjadi da’i dari peradaban barat di negerinya sendiri. Kalau memang mau konsisten ingin meningkatkan science maka seharusnya mahasiswa dikirim ke barat dalam rangka untuk mempelajari science dan teknologi. Hal ini tentunya akan menjadikan negeri-negeri berkembang akan menjadi segeri yang semakin maju science dan teknologinya.
Hal ini menunjukkan bahwa gaya pendidikan kapitalisme mengarahkan kepada negeri untuk menjadi pembebek ideologi kapitalisme, menjadi penyambung lidah peradaban kapitalisme untuk menancapkan hegemoni pemikiran dan peradabannya di dunia termasuk bagi kaum muslimin.
Penerapan gaya pendidikan kapitalisme ini akhirnya menghasilkan output-outpout pendidikan sebagai pengikut atau pendukung kapitalisme/liberalisme. Banyak contoh menunjukkan bagaimana pendidikan saat ini tidak mampu untuk mengatasi pembangunan akhlak dan kepribadian pemuda-pemudi di Indonesia. Dimana-mana banyak aborsi, tawuran, free sex, drugs, dan sebagainya. Kita lihat pula berapa banyak orang-orang pintar dan pandai akan tetapi dia menjadi pencuri berdasi alias koruptor. Hal ini tentunya menunjukkan bagaimana bobroknya sistem pendidikan saat ini yang seharusnya menjadi catatan kita bersama.

Membangun Sistem Pendidikan yang Ideal
Fakta-fakta kebobrokan dalam sistem penyelenggaraan pendidikan saat ini membuat kita perlu bertanya, apakah sistem penyelenggaraan pendidikan yang berorientasi pada masyarakat bisa diwujudkan? Jawabnya tentu bisa, asalkan dengan ketentuan dan aturan yang benar bukan aturan dan ketentuan yang dibuat-buat berdasarkan kepentingan.
Sistem penyelenggaraan pendidikan secara garis besar hanya meliputi dua hal, yaitu berkaitan dengan sistem pengelolaan administrasi pemenuhan pendidikan dan substansi kurikulum pendidikan. Dua hal inilah yang menjadi persoalan utama dalam membangun dunia pendidikan saat ini.
Pertama, membangun sistem pengelolaan administrasi dan penegakan dalam pemenuhan hak pendidikan. Hal ini berkaitan dengan tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan merupakan hak bagi masyarakat, dengan arti bahwa masyarakat berhak untuk menanyakan dan menuntut hak yang seharusnya diperoleh dalam dunia pendidikan. Sedangkan kewajiban negara untuk memenuhinya adalah usaha negara dalam mewujudkan dan melaksanakan kewajiban terhadap pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat yang salah satunya adalah kebutuhan pendidikan. Hal ini sebagaimana sabda oleh Rasulullah saw. :
“Setiap imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya, maka ia akan diminta pertanggung jawaban terhadap tanggungannya.”
Berkaitan dengan hal ini, keberadaan negara dan jajarannya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pendidikan. Pemenuhan kebutuhan pokok oleh negara ini adalah merupakan pelaksanaan dari hukum syara’, yang harus disertai dengan metode pelaksanaan dan metode penegakannya. Ketika syara’ sudah menetapkan bahwa pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat wajib bagi negara, maka negara harus sudah memikirkan bagaimana pemenuhan kebutuhan itu berkaitan dengan anggaran, sarana prasarana dengan sumber-sumber yang jelas, bukan hanya sekedar manis dalam aturan saja. Misalkan di dalam sistem Islam, anggaran pendidikan merupakan kebutuhan masyarakat umum maka pos anggaran yang dialokasikan adalah dari harta kepemilikan umum yang peruntukannya memang untuk kepentingan umum termasuk di dalamnya untuk pemenuhan pendidikan. Demikian pula dalam metode penegakkannya, jika melihat aparatur negara/pemimpin suatu daerah tidak memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, walaupun hanya satu orang, maka pemimpin di daerah tersebut harus dimintai pertanggung jawaban atas apa yang sudah diperbuat dan dapat diajukan ke pengadilan.
Kedua, substansi kurikulum pendidikan. Substansi kurikulum pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membentuk kepribadian yang benar bagi anak didik dan membangun keahlian/ketrampilan yang dapat digunakan dalam menjalani kehidupannya kelak. Dua tujuan inilah yang harus menjadi simpul dalam kurikulum sebuah sistem pendidikan. Membentuk kepribadian Islam ini berkaitan dengan penguatan akidah Islam dan kebiasaan untuk terikat dengan hukum syara’, ini bertujuan untuk membuat anak didik memiliki ketaqwaan kepada Allah swt. yang menjadi perisai dalam menjalani kehidupan di dunia dan bekal di akhirat. Sedangkan keahlian dan ketrampilan merupakan kebutuhan untuk memberikan bekal skill bagi anak didik agar dapat mendukung kemandirian dalam menjalani kehidupan di dunia.
Beberapa hal inilah yang seharusnya diperhatikan oleh negara berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan. Dunia pendidikan jangan sampai dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam setiap kebijakan-kebijakannya, karena rakyatlah yang pasti akan menderita. Membangun sistem penyelenggaraan pendidikan yang baik dan benar hanya dapat diwujudkan dengan sistem yang telah teruji, terbukti dan hanya berpihak kepada kepentingan rakyat, yaitu dengan sistem Islam bukan yang lain. Waallahu a’lamu bishawab.
READ MORE - MEMBANGUN SISTEM PENDIDIKAN YANG IDEAL

Kamis, 11 November 2010

MENANGANI BENCANA ALAM DENGAN METODE YANG BENAR

Bencana alam kembali melanda beberapa wilayah di Indonesia, mulai banjir bandang yang terjadi di Wasior Papua yang menewaskan kurang lebih 97 orang dan memporak-porandakan rumah-rumah penduduk setempat yang menyebabkan kerugian materiil yang cukup besar. Hingga kini korban banjir bandang tersebut masih banyak yang tinggal di pengungsian dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Pasokan bahan-bahan makanan, obat-obatan, selimut, dan kebutuhan-kebutuhan vital lainnya agak terlambat dan kurang memadai, pemerintah pun tidak mau disalahkan akan ketidak optimalan penanganan banjir bandang tersebut dengan alasan bahwa Wasior secara geografis merupakan daerah yang susah untuk dijangkau via darat. Alasan yang hampir sama dalam pada penanganan korban tsunami di kepulauan Mentawai Sumatera Barat, pemerintah beralasan di samping lokasi yang susah dijangkau, kondisi cuaca yang buruk membuat bantuan urung disampaikan kepada korban tsunami. Padahal para korban bencana alam tersebut sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan pemerintah khususnya pemerintah daerah.
Peran dan tanggung jawab pemerintah sangat dinantikan para korban bencana, sebab dalam kondisi yang demikian para korban telah kehilangan keluarganya, harta bendanya serta dihantui perasaan trauma sehingga mereka sangat membutuhkan bantuan untuk memulihkan keadaan mereka. Ketidaknyamanan sebenarnya juga dirasakan para korban letusan gunung Merapi, mereka yang tinggal di pengungsian dengan segala keterbatasannya dan ketidakpastian tidak mendapatkan bantuan yang memadai, baik tempat pengungsian, makan, layanan kesehatan hingga kebutuhan kesejahteraan lainnya. Keluhan-keluhan atas penanganan dan pelayanan yang kurang optimal hampir dirasakan semua korban bencana, mulai korban tsunami di Aceh, Gempa di Klaten & Jogja, Gempa di Jawa Barat, di Padang bahkan korban lumpur lapindo Sidoarjo pun mengeluhkan hal yang sama atas peran pemerintah terhadap rakyatnya. Yang menjadi pertanyaan, kenapa penanganan korban bencana selalu lambat dan tidak optimal?

Butuh Peran Negara
Indonesia sebagai negara kepulauan menurut banyak ahli geologi berpotensi besar timbulnya bencana alam secara terus menerus, baik itu gempa bumi dan tsunami, gunung meletus maupun tanah longsor, banjir dll, sebagaimana yang terjadi saat ini. Kondisi rawan bencana alam ini sebenarnya sudah diketahui pemerintah, namun upaya untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang terjadi dinilai tidak optimal. Penanganan bencana alam memerlukan adanya problem solving (kaifiyah mu’alajah), metode pelaksanaan (kaifiyah tanfidz), metode penegakkan (kaifiyah tatbigh) yang berdasarkan aqidah dan hukum yang dapat memberikan jawaban yang benar dan baik.
Islam sebagai agama dan ideology memiliki solusi yang menyeluruh di semua aspek kehidupan manusia. Masalah bencana Alam merupakan kehendak Allah yang menciptakan manusia, alam, dan kehidupan yang tidak bisa dihindari manusia, akan tetapi manusia memiliki wilayah untuk tawakal dan ikhtiar akan segala kemungkinan yang terjadi. Problem solving penanganan bencana alam mestinya dilakukan dengan metode yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan. Hal yang pertama dilakukan dalam penanggulangan bencana alam adalah menolong korban yang masih hidup untuk menyelamatkan nyawanya, di mana banyak kejadian yang menyedihkan akibat lambannya pertolongan menyebabkan korban nyawa tidak tertolong, kisah korban yang terjepit, tertimbun, terapung, hingga berhari-hari tidak makan dan minum hampir pasti terus terjadi ketika bencana alam melanda suatu daerah. Kondisi yang demikian sangat membutuhkan pertolongan segera. Kelambanan dalam memberikan pertolongan akan mengakibatkan masalah yang fatal, apalagi kalau jumlah korbanya sangat banyak, tentu hal ini sangat butuh ketanggapan dan kesigapan pemerintah dalam memberikan pertolongan terhadap para korban bencana. Jatuhnya korban Tsunami di Mentawai yang mencapai 450 orang (vivanews/4/11/10) amat disayangkan karena 12 jam berikutnya baru diketahui dan belum ada tindakan yang signifikan khususnya dari pemerintah daerah, padahal waktu tersebut bisa dibilang sangat lama. Akibat kelambanan dalam penanganan sering dijumpai korban bencana yang sampai berhari-hari belum mendapatkan pertolongan bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Pertolongan korban bencana harus dilakukan sesegera mungkin apalagi teknologi saat ini sudah maju untuk memantau dan mengkomunikasikan setiap kejadian yang terjadi. Evakuasi korban ke tempat yang aman adalah hal pertama yang harus dilakukan dengan memberikan logistik yang memadai seperti kebutuhan makan, obat-obatan, pakaian, selimut dll yang dirasa vital. Tidak boleh ada alasan apapun untuk menunda memberikan bantuan, sebab itu sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk mengatasinya. Pemerintah dapat mengerahkan tentara-tentaranya terlatih yang tidak diragukan lagi kemampuannya untuk menembus lokasi bencana walaupun dianggap sulit dan penuh resiko. Alat-alat berat harus dikerahkan untuk membantu lancarnya akses bantuan dan memulihkan infrastruktur yang ada. Pemerintah tidak boleh hanya sekedar berkunjung meninjau lokasi bencana untuk mendengarkan keluhan para korban tanpa memberikan bantuan yang signifikan, apalagi hanya sekedar untuk pencitraan, yang kemudian melempar tanggung jawabnya kepada masyarakat dengan dalih bahwa masalah bencana adalah masalah bersama. Mengajak masyarakat untuk peduli bencana adalah hal yang baik, akan tetapi pemerintah tidak boleh lepas dari tanggung jawabnya, sebab masyarakat tidak memiliki kewajiban untuk memikul permasalahan itu, tetapi negaralah yang harus bertanggung jawab atas seluruh warga negaranya.
Kejadian Tsunami di Mentawai mestinya tidak sampai memakan banyak korban kalau pemerintah melakukan koordinasi dengan baik, sehingga masyarakat dapat mempersiapkan diri untuk melakukan pengungsian ke tempat yang aman. Antisipasi pemerintah sebagai upaya untuk memberikan rasa aman kepada rakyatnya adalah wajib dilakukan. Gunung-gunung berapi yang masih aktif harus senantiasa dipantau aktivitasnya dan disampaikan kepada masyarakat, begitu pula pemasangan detektor sebagai peringatan dini di seluruh titik yang diperkirakan berpotensi gempa & tsunami harus dilakukan walaupun dengan biaya yang cukup besar. Karena semua itu sudah menjadi tanggung jawab negara melindungi rakyatnya dari segalam acaman yang membahayakan keselamatan jiwa seseorang.
Besarnya biaya untuk mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam mestinya tidak lagi dijadikan alasan karena tidak ada anggaran, pemerintah tidak boleh menghindar dari tanggung jawabnya. Menurut Kemensos anggaran negara tahun 2010 untuk bencana alam turun sekitar 3,6 triliun, angka ini kelihatannya besar padahal kalau kita lihat kerugian yang diderita masyarakat jauh lebih besar, apalagi bantuan kemensos untuk korban letusan gunung Merapi hanya 1,5 milyar dan untuk korban di Mentawai hanya 1 milyar sementara kerugian diperkirakan mencapai puluhan hingga ratusan milyar. Jadi bantuan sebesar itu yang diberikan kurang memadai untuk diberikan kepada korban bencana alam dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan pemerintah maupun anggota dewan untuk plesir ke luar negeri yang untuk tahun 2010 ini mencapai Rp. 162,94 milyar (Tempo,1/11/10). Sangat ironis sekali di tengah situasi tanah air dilanda bencana masih ada anggota dewan yang ngotot keluar negeri hanya untuk belajar kode etik dan plesir saja, sementara ribuan rakyat menjerit membutuhkan uluran tangan.
Masalah anggaran pemerintah juga tidak perlu mengharapkan bantuan luar negeri seperti AS dan sekutunya karena dibalik bantuan itu ada kepentingan yang disembunyikan sebagaimana bantuan-bantuan luar negeri tsunami di Aceh yang lalu. Rencana kedatangan Obama kali inipun dinilai banyak kalangan tidak lepas dari kepentingan politik luar negeri AS terhadap perekonomian maupun politik di Indonesia, yaitu guna mengamankan dominiasinya di negeri ini sebagai penjajah. Oleh karena itu, pemerintah beserta seluruh rakyat harus waspada setiap bantuan-bantuan asing. Kejadian bencana alam yang melanda saat ini hanya sebagian kecil wilayah Indonesia, anggaran-anggaran yang tidak penting seperti kunjungan ke luar negeri lebih baik dialokasikan untuk korban bencana sehingga ribuan nyawa rakyat dapat teselamatkan.


Kejelasan Penanggung jawab
Setiap penanganan bencana alam yang terjadi harus ada yang bertanggung jawab secara jelas. Apakah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Bupati, Gubernur, atau Presiden yang harus bertanggung jawab, karena selama ini terkesan saling lempar tanggung jawab akibatnya korban bencana alam harus rela menunggu bantuan berjam-jam hingga berhari-hari. Di samping itu, tidak adanya tindakan cepat membuat bantuan-bantuan tersebut menumpuk di posko/gudang karena tidak ada kejelasan yang bertanggung jawab mendistribusikannya. Keterlambatan bantuan dapat mengakibatkan masalah yang fatal, seperti banyak korban yang tidak terselamatkan dan terlantar, dan kejadian seperti ini terus berulang setiap kali ada bencana alam tanpa adanya perbaikan sistem penanganan yang signifikan.
Anehnya lagi, selama ini para penanggung jawab tidak pernah diajukan kepengadilan atas kelalainnya menjalankan kewajibannya sebagai pemimpin. Oleh Karena itu, penegakkan hukum (kaifiyah tatbigh) harus dilakukan guna optimalisasi penanganan bencana, jangan sampai ada kesan bagi para korban bencana‘sudah terjatuh tertimpa tangga pula’. Di tengah penderitaan yang dialami korban bencana terkadang masih ada pihak-pihak yang mengatasnamakan golongan tertentu bermaksud menolong namun kenyataannya malah mengeksploitir para korban. Banyak bantuan-bantuan yang tidak sampai ke tangan korban akan tetapi masuk ke pihak-pihak yang sengaja memanfaatkan momen tersebut demi kepentingan pribadi mauapun kelompok. Oleh karena itu, harus ada penanggung jawab yang jelas dan jika lalai dari tanggung jawabnya harus dibawa ke pengadilan. Apabila kejadiannya bencana di tingkat daerah maka Bupati yang harus diajukan ke pengadilan jika terbukti menelantarkan para korban, begitu pula jika bencana itu terjadi dalam lingkup wilayah atau nasional maka Gubernur atau Presiden harus diajukan ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan kapasistasnya sebagai kepala daerah atau kepala negara. Karena mereka semua adalah pemimpin yang berkewajiban memberikan pelayan kepada seluruh rakyatnya, Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya atas orang-orang yang dipimpinnya” (HR. Ibnu Umar r.a )

Menjadikan Idul Adha Sebagai Momen Berkorban
Momen Idul Adha yang sebentar lagi tiba dapat dijadikan sebagai momen untuk berkorban untuk saudara-saudara kita yang berada di Wasior, di Mentawai maupun yang di sekitar gunung Merapi sedang diuji Allah swt berupa bencana alam. Di momen yang mulia ini mestinya para pejabat negara berani dan bersunguh-sungguh mengorbankan segala sesuatu yang dimilikinya untuk menolong dan memulihkan kembali keadaan yang dialami para korban bencana alam tersebut. Karena para pejabat negaralah yang banyak memiliki kekuasaan untuk melakukan itu. Momen Idul Adha akan memiliki makna yang mendalam tatkala kita dapat mengambil hikmah atas perngorbanan yang dilakukan oleh Nabiullah Ibrohim dan keikhlasan Nabiullah Ismail. Untuk itu hendaknya kita senantiasa ingat perintah Allah sebagaimana yang difirmankan dalam Surah Al Kautsar 1-2: “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena Tuhan-mu dan berkurbanlah”. Wallahu a’lam bishowwab.
READ MORE - MENANGANI BENCANA ALAM DENGAN METODE YANG BENAR

Sabtu, 06 November 2010

MEMBANGUN KESATUAN UMAT DAN UKHUWAH ISLAMIYAH

Dalam beberapa waktu terakhir ini, kita kembali diingatkan sekaligus dikejutkan dengan beberapa kejadian di negeri ini tentang terjadinya kerusuhan-kerusuhan di beberapa tempat sebagaimana yang terjadi di tarakan. Belum lagi adanya pertikaian antar ormas yang ada negeri ini. Lebih jauh kita melihat bagaimana yang terjadi di negeri-negeri muslim lainnya, mereka saling bertikai memperebutkan sesuatu yang sebenarnya tidak ada gunanya sebagaimana yang terjadi di Palestina, Lebanon, Pakistan dan beberapa Negara di Timur Tengah lainnya.
Hendaknya untuk mengingatkan, kita tengok sejenak apa yang terjadi di Irak saat ini, bagaimana pertikaian antar kelompok masih saja terus terjadi, apakah antara kelompok pemberontak dengan para penguasanya ataupun permusuhan antara kelompok-kelompok agama di sana. Tentunya kondisi ini membuat kita menjadi miris tentang kondisi umat islam saat ini. Umat yang jumlahnya lebih dari 1 milyar akan tetapi tidak ada daya upaya untuk bersatu tapi justru sebaliknya terpuruk dalam perselisihan-perselisihan yang tiada guna. Hal ini juga yang sering terjadi di negeri ini, bagaimana sesama muslim saling bertikai hanya karena perbedaan-perbedaan kecil yang akhirnya menjadi pertikaian besar diantara kelompok bahkan etnis diantara sesama umat islam.
Kondisi ini tentunya membuat kita bertanya pada diri kita dan kepada semua kaum muslimin di dunia, Sampai kapan umat islam akan berada dalam kondisi seperti ini? Apakah sudah tidak ada lagi keinginan umat islam untuk bersatu untuk kejayaan Islam? Dan akankah kita menjadi seperti buih di lautan yang jumlahnya banyak tetapi terombang-ambing oleh ombak di lautan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang harus menjadi perhatian bagi kaum muslimin di seluruh dunia untuk menjawabnya.

Perbedaan adalah Fitrah
Kita memahami bahwa munculnya pertikaian, permusuhan dan perselisihan seringkali diawali oleh adanya perbedaan. Dari perbedaan itulah akhirnya muncul perselisihan. Padahal kalau kita memahami Al Quran sesungguhnya perbedaan merupakan sesuatu yang wajar. Hidup di dunia ini memang penuh dengan perbedaan. Allah sendiri pun sudah menerangkan dalam firman-Nya:
”Wahai manusia, sesungguhnya Kami ciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. Al Hujurat: 13).
Ayat di atas menjelaskan bagaimana sejak awal Allah telah menciptakan perbedaan itu diantara manusia. Namun bukan berarti perbedaan itu dipergunakan untuk mencela, mencaci dan menghina orang lainnya. Melainkan Allah mengajarkan bagaimana perbedaan itu ada agar manusia bisa mengenal sesamanya dari bangsa, suku, etnis lainnya supaya saling mengenal diantara mereka. Sehingga kitapun harusnya memahami apa arti perbedaan dalam hidup di dunia.
Bagaiamana bisa kita lihat pada masa sahabat yang merekapun kadang terjadi perbedaan. Sebagai contoh Ketika Rasulullah wafat, pun sudah ada ketegangan akibat beda pendapat antar para sahabat. Mereka berselisih paham mengenai tempat pemakaman Rasulullah Saw. Yang lebih besar lagi, mereka pun berselisih pendapat mengenai suksesi kepemimpinan sesudah Rasulullah Saw.
Kejadian di Bani Tsaqifah yang begitu tegang, hampir-hampir meruntuhkan persatuan mereka. Masing-masing pihak merasa sebagai pemimpin yang berhak memberi keputusan. Namun karena mereka adalah manusia-manusia yang senantiasa berpegang teguh pada akidah dan hukum islam, mereka mendasarkan perbedaan pendapat tersebut dari niat yang ikhlas, maka mereka pun berhasil menemukan satu kesepakatan. Akhirnya Umar bin Al Khattab pun membai’at Abu Bakar dan dikiuti para sahabat yang lain.
Begitu juga yang terjadi antara Umar Ibn Khattab dengan Abdullah Ibn Mas’ud, dua orang sahabat yang sama-sama tak diragukan kedalaman ilmu dan kecerdasannya kehebatannya oleh ummat. Keduanya berselisih pendapat dalam banyak hal. Menurut catatan yang dibuat oleh Ibnu Qayyim, masalah-masalah yang mereka perselisihkan ada lebih dari seratus buah. Tetapi sebegitu besar perselisihan mereka, tetap saja keduanya bisa bersatu dalam berbagai kecocokan pula. Sehingga Umar pun tak ragu menunjuk Abdullah bin Mas’ud sebagai pembantu dekatnya dalam menjalankan roda pemerintahan.
Silang pendapat ini bisa terjadi karena banyak sebab. Mungkin karena latar belakang keluarga, pergaulan, wawasan, tingkat pendidikan, watak dan sikap, serta masih banyak lagi. Allah mentaqdirkan manusia tidak ada satupun yang sama. Adalah wajar jika di antara manusia terjadi perbedaan pandangan, perbedaan pendapat dan sikap atas suatu masalah. Dalam satu soal mungkin ada yang sama pendapatnya, tapi dalam banyak soal yang lain mungkin berbeda. Yang demikian itu adalah sikap dasar manusia.
Tentunya perbedaan-perbedaan yang kita tolerir adalah perbedaan-perbedaan yang bersifat furu’ saja. Perbedaan mendasar dalam berakidah tentunya tidak bisa ditolerir oleh umat islam. Namun, jika terjadi hal demikian, maka tidak bisa umat islam bertindak sendiri-sendri akan tetapi persoalan tersebut dikembalikan pada aturan Allah tentang hukum persoalan tersebut.
Sehingga kita bisa mengambil pelajaran betapa Allah telah mengajarkan kita tentang arti perbedaan. Karena sesungguhnya Dia mengetahui hal yang tidak kita ketahui. Hal ini mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan yang ada tanpa pilih-pilih. Adat istiadat setiap negeri pun, antara satu dengan negeri lain tentunya berbeda. Hal itulah yang membuat dunia ini penuh warna. Dengan cara Itu Allah membuat kita agar mengenal satu sama lain. walaupun kita berbeda tetapi kita adalah satu-kesatuan sebagai makhluk Allah.

Kesatuan Umat dengan Ukhuwah Islamiyah
Melihat kondisi umat islam dengan berbagai macam carut marutnya tentu mengingatkan pada kita pada masa sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi utusan Allah Swt. Kondisi masyarakat Arab Jahiliyah saat itu, sangat menyedihkan perang antar suku selalu berkecamuk, tanpa ada yang menghentikan. Masyarakat yang lemah menjadi santapan penindasan bagi kaum yang kuat. Para pemuka masyarakatnya saling menghina dan mencaci-maki dengan keahlian silat lidah mereka. Belum ada agama yang dapat menghalanginya. Tidak ada aturan dan hukum yang dapat mencegahnya. Dan bahkan rasa kemanusiaan pun hampir punah dan sirna dari jiwa mereka. Begitulah keadaan mereka, kerusakan dan kehancuran jiwa dan raga menimpa mereka. Perpecahan dan pertikaian sudah menjadi hal yang biasa, dalam kondisi yang gelap seperti ini datanglah cahaya Islam yang menerangi mereka sehingga seluruh negeri Arab mendapat kedamaian, persaudaraan dan persatuan. Hati mereka yang kotor, penuh dengan kedengkian dan permusuhan berganti dengan keikhlasan dan kasih sayang. Keadaan seperti tersebut diatas, digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara, kamu telah berada di tepi jurang neraka lalu Allah menyelamatkanmu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”. (QS. Ali-Imran: 103).
Islam adalah satu-satunya dien yang paling kokoh yang dapat mewujudkan persatuan dan persaudaraan umat Islam pada khususnya dan umat manusia di muka bumi ini pada umumnya. Sebab Islam sangat menganjurkan kepada seluruh umat manusia yang hidup di dunia ini untuk saling kasih mengasihi, sayang menyayangi tidak terbatas hanya antara satu golongan atau satu suku saja, tetapi antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain, dan bahkan umat manusia diperintahkan untuk menyayangi seluruh makhluk Allah, termasuk hewan, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. Oleh sebab itu, kita sebagai penganut agama Islam harus mampu memperlihatkan kepada dunia bahwa Islam adalah agama persatuan dan persaudaraan untuk semua umat manusia di muka bumi ini. Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk mencintai dan mempertahankan, serta memelihara negara, mempersatukan umat dan membangun masyarakat. Sebagai contoh yang dapat kita ambil adalah, bahwa Rasulullah SAW, beliau adalah seorang pemimpin dan negarawan yang telah berhasil menyatukan berbagai golongan masyarakat yang sejak berpuluh-puluh tahun saling bermusuhan. Namun berkat kepemimpinan Rasulullah SAW sehingga terjalinlah persatuan dan persaudaraan sebagaimana sabda Rasulullah:
“Seorang mukmin dalam persatuan dan kasih sayangnya bagaikan tubuh yang satu tubuhnya merasa sakit, maka akan dirasakan oleh seluruh tubuhnya”. (HR. Bukhari).
Firman Allah Swt:
“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. (QS. Al-Hujarat: 10).
Untuk menghadapi dan sekaligus mengatasi kondisi kita yang sangat memperihatinkan seperti sekarang ini, kiranya persatuan dan persaudaraan sangatlah diperlukan sebab dengan persatuan dan persaudaraan inilah para sahabat Rasulullah SAW dan para pendahulu kita dapat meraih kemengan dan keberhasilan. Demi menjaga persatuan dan persaudaraan, Imam Ali pernah berkata : “Sesungguhnya sesuatu yang hak dan benar akan menjadi lemah dan hancur karena perselisihan dan perpecahan, dan suatu yang bathil terkadang menjadi kuat dan menang, karena persatuan dan kesepakatan”.
Oleh sebab itu, mari kita ikuti perintah Allah dalam al-Qur’an :
“Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Anfal :46).
Kita ikuti pula bimbingan Rasulullah SAW :
“Janganlah kamu saling mendengki, mencela, dan menjatuhkan, janganlah saling membenci, dan bermusuhan serta janganlah saling menawar lebih tinggi atas penawaran yang lain dan jadilah kalian para hamba Allah yang bersaudara”. (HR. Muslim).
Kesatuan umat islam bisa diraih dan diwujudkan dengan keberadaan sistem yang satu yang diterapkan di muka bumi ini. Kesatuan sistem inilah yang akan mempersatukan umat islam di seluruh dunia untuk tunduk dan patuh atas apa yang Allah dan Rasul perintahkan. Keberadaan sistem islam yang satu inilah yang secara otomatis akan mewujudkan penerakan hukum syara’ tentang ukhuwah islamiyah diantara kaum muslimin yang ada di dunia ini. Akhirnya semoga umat islam menyadari hal ini semua dan bangkit untuk menyongsong kesatuan umat islam yang sesungguhnya untuk meraih kejayaan islam. Wallahu a’lamu bishawab.
READ MORE - MEMBANGUN KESATUAN UMAT DAN UKHUWAH ISLAMIYAH