Kamis, 20 Januari 2011

”PEDASNYA” HARGA CABE, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?

Suasana sebuah warung tegal di sebuah jalan kecil di Pondok Kelapa, Jakarta Timur di suatu pagi tampak ramai. Seperti biasa, sejumlah warga sedang makan pagi. Suasananya riuh. ”Sambalnya kok enggak pedas sih, Mbak?" kata seorang pembeli sambil duduk mengangkat kaki di bangku warung. "Wong lombok lagi mahal kok minta sambal pedas," kata pembeli lain sambil tertawa. Yang lain pun menimpali, "Sambele bae dicampur tomat kok, ya ora pedes." Si Mbak penjaga warung pun hanya mesem-mesem. "Lha kiye lomboke kok langka. Mangan tahu goreng tanpa lombok ya ora maen," kata pengunjung lain dengan logat Tegal yang sangat kental.
Perbincangan seperti itu sekarang umum terjadi di warung-warung tegal atau warung nasi lainnya di Jakarta. Maklum, harga cabai saat ini memang sangat mahal. Para pemilik warung harus pintar mencari akal agar tetap bisa mendapat keuntungan, sedangkan pelanggan juga tak harus tercekik lehernya karena harganya dimahalkan.
Inilah beberapa gambaran realita dimasyarakat yang disarikan dalam pemberitaan dalam kurun waktu awal tahun 2011 ini. Melambungnya harga cabe seolah menjadi kado pahit tahun baru 2011. Masyarakatpun akhirnya yang terkena dampaknya yaitu semakin tingginya biaya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Yang menjadi pertanyaan bersama bagi kita semua adalah apa yang menyebabkan pedasnya harga cabe di awal tahun ini? Bagaimanakah sebenarnya menyelesaikan persoalan semacam ini?

Faktor Penyebab ”Pedasnya” Harga Cabe
Melonjaknya harga cabe sampai pada titik harga yang tinggi yaitu Rp. 100.000,- perkilogram merupakan bagian tidak terpisahkan dari persoalan yang ada di negeri ini. Seperti diketahui bahwa banyak faktor yang membuat mengapa harga cabe di pasaran melambung tinggi. Pertama berkaitan dengan produksi cabe di negeri ini. Memang salah satu yang mempengaruhi dari banyak tidaknya produksi cabe adalah faktor cuaca dan iklim. Seperti diketahui pada saat ini cuacalah yang dianggap sebagai penyebab utama melonjaknya harga si ”kriting merah” di pasaran. Karena dengan cuaca yang tidak mendukung produksi cabe menjadi turun drastis. Akibat tingginya curah hujan ini produktifitas tanaman cabai bisa melorot hingga 30%. jika biasanya satu hektar lahan dalam kondisi normal bisa menghasilkan 12 ton cabai merah, maka akibat kelembaban udara yang tinggi dan curah hujan tinggi membuat produksi cabai menurun menjadi sekitar 8,4 ton per hektar (Kontan, 29 Desember 2010).
Persoalan lain yang menjadi pemicu melambungnya harga cabe adalah ulah para spekulan dan pedagang yang meninggikan harga cabe dengan kondisi produksi yang sangat minim. Namun walaupun harga cabe melambung tinggi di pasaran ternyata hal ini tidak dinikmati oleh para petani. Harga di petani kepada para pedagang/tengkulak tetap seeperti biasanya. Sehingga setinggi apapun harga cabe itu tidak berpengaruh terhadap pendapatan para petani yang nota bene rata-rata dari kalangan ekonomi lemah. Seperti yang terjadi di Garut walaupun harga cabe sudah membumbung tinggi dalam kisaran Rp. 80 ribu –Rp. 100 ribu ternyata harga di kalangan petani hanya dalam kisaran Rp. 20 ribuan saja (Garut News). Ini menunjukkan bahwa kenaikan harga cabe hanya menguntungkan beberapa gelintir dan spekulan yang membeli cabe dengan harga murah kemudian menjualnya di pasaran dengan harga sangat tinggi.
Meskipun terjadi demikian, pemerintah atau negara seolah lepas tangan dengan kondisi yang memprihatinkan ini. Bahkan para petinggi-petinggi negeri ini hanya melakukan himbauan-himbauan kepada masyarakat bukan justru memberikan pelayanan pemecahan persoalan yang dihadapi masyarakat. Masyarakat dihimbau untuk tidak banyak atau tidak sama sekali menkonsumsi cabe, menggunakan produksi cabe olahan, sampai dengan anjuran untuk menanam cabe sendiri di rumah untuk kebutuhan masing-masing keluarga.
Gambaran semacam ini tentunya tidak menggambarkan prilaku dari seorang petinggi negeri ini yang seharusnya memberikan pelayanan rakyat akan tetapi tidak melakukan apa yang seharusnya bisa membantu persoalan rakyat. Banyak dari petinggi negeri inipun menyerah bahwa kenaikan harga cabe yang menggila ini tidak bisa dicampuri oleh pemerintah. Mereka menanggap ini merupakan sesuatu yang wajar yang nanti akan kembali normal jika pasokan cabe kembali normal. Pernyataan semacam ini tentunya bukan gambaran pemimpin yang bisa memberikan pelayanan masyarakat secara optimal dalam segala persoalan. Yang harus dilakukan adalah bagaimana pemerintah atau negara ikut campur tangan dalam menormalkan harga-harga yang menjadi kebutuhan masyarakat. Tentunya campur tangan itu dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan bukan dengan cara-cara yang salah.
Disamping itu, hal penting yang berkaitan dengan persoalan kenaikan harga cabe adalah metode pelaksanaan dan penegakan sistem ekonomi dalam kehidupan masarakat di negeri ini yang tidak jelas. Sebagaimana contoh bahwa negara saat ini angkat tangan terkait dengan persoalan kenaikan harga cabe dengan alasan negara tidak bisa campur tangan dalam mengendalikan harga. Pengendalian harga oleh negara bisa dilakukan dengan melakukan operasi-operasi pasar untuk melakukan kestabilan harga, namun hal ini tidak dilakukan oleh negara. Jika persoalannya adalah ketidaktersediaannya cabe maka bagaimana negara bisa mengupayakan itu dengan cara impor dan sebagainya. Itulah sebetulnya bentuk tanggungjawab negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya.

Menyelesaikan ”Pedasnya” Harga Cabe menurut Perspektif Islam
Berdasarkan beberapa faktor penyebab melambungnya harga cabe di pasaran maka bagaimana sebenarnya menyelesaikan persoalan semacam ini? Apakah persoalan seperti ini bisa diselesaikan? Jawabannya adalah tentu persoalan seperti ini bisa diselesaikan dengan penerapan hukum yang benar tentang aktifitas jual beli di pasar.
Dalam persoalan jual beli memang salah satu syarat dalam akadnya adalah adanya kerelaan antara penjual dan pembeli. Tentunya kerelaan itu harus ditimbulkan dari kejujuran terhadap substansi akad jual beli itu. Tentunya kerelaan itu didasari atas kejujuran tidak adanya penipuan barang. Akan tetapi disamping adanya penipuan barang maka ada hal lain yang harus diperhatikan dalam jual beli di pasar yakni larangan adanya penipuan harga (al ghabnu) dan penimbunan.
Kaitannya jika ada penimbunan yang menyebabkan harga cabe atau barang tertentu menjadi tinggi maka negara harus menindak tegas siapa saja yang melakukan penimbunan terhadap barang-barang itu. Karena islam sangat melarang adanya penimbunan, sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh shahih Muslim dari Sa’id bin al Musaib dari Ma’mar bin Abdullah al Adawi: “Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah”. Dan juga apa yang sudah diriwayatkan oleh Al Atsram dari Abi Umamah yang mengatakan: “Rasulullah saw telah melarang penimbunan makanan”. Larangan dalam hadits diatas menunjukkan adanya larangan secara pasti untuk tidak melakukan penimbunan, sehingga jika ada orang yang melakukan penimbunan maka dia harus dikenai sanksi karena ini merupakan pelanggaran terhadap salah satu syariat Allah yang harus ditegakkan. Sehingga kewajiban negara adalah memberikan sanksi secara tegas bagi siapa saja yang melakukan penimbunan ini.
Adapun ukuran bagaimana seseorang dikatakan menimbun adalah sampainya pada suatu batas yang menyulitkan warga setempat untuk membeli barang-barang yang tertimbun, semata-mata karena fakta penimbunan tersebut tidak terjadi selain dalam keadaan semacam ini, yang mengakibatkan harga-harga naik karena adanya penimbunan ini, ini merupakan tindakan kesewenang-wenangan orang yang melakukan penimbunan. Hukum keharaman terhadap penimbunan ini memang tidak berlaku spesifik untuk makanan pokok saja melainkan untuk makanan dan non makanan.
Adapun hal lain yang sering juga terjadi dalam persoalan pendistribusian bahan makanan adalah adanya manipulasi harga dari pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan. Jika terjadi demikian maka negara harus tegas memberikan sanksi kepada siapa saja yang melakukan manipulasi harga. Karena dalam islam memanipulasi harga termasuk salah satu perbuatan haram atau sering disebut al ghabnu (penipuan harga). Artinya seseorang telah menipu dengan menaikkan atau menurunkan harga secara keji.
Adapun dalam kasus pendistribusian maka yang sering terjadi adalah penggelembungan harga oleh penjual, maka jika negara melihat yang demikian maka harus diberikan sanksi. Akan tetapi untuk menentukan seseorang di katakan melakukan al ghabnu yang keji adalah tatkala dia memanipulasi harga yang jauh tidak sesuai dengan harga yang biasanya terjadi di daerah itu. Dan hal itu memang diharamkan dan orang yang melakukannya harus bertanggung jawab atas penipuan itu. Seperti yang terjadi pada saat ini dimana banyak sekali pedagang melakukan penggelembungan harga dengan dalih permintaan yang sangat tinggi tidak disertai dengan stok cabe yang memadai sehingga para pedagang/tengkulak dan spekulan menaikkan harga seenaknya dari harga yang seharusnya dibeli oleh masyarakat. Sehingga bagi siapa saja yang melakukan manipulasi harga maka sanksi yang berlaku bagi pelakunya adalah ta’zir (sanksi yang jenis, kualitas dan kuantitas di tentukan oleh ijtihad hakim). Dimana penentuan seseorang dikenai sanksi ta’zir yaitu berdasarkan putusan pengadilan.
Hal lain yang harus diberantas dalam perdagangan atau jual beli adalah larangan untuk melakukan adanya monopoli, konglomerasi, bahkan kartel dalam perdagangan. Karena hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan di tengah-tengah masyarakat. Hanya orang-orang tertentu dan golongan-golongan tertentu saja yang dapat menikmati keuntungan dalam perdagangan dan jual beli. Hal ini tentunya menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara pedagang. Melakukan praktek-praktek seperti monopoli dan sejenisnya adalah sesuatu yang jelas dilarang, apalagi secara jelas jika negara membiarkan, mengijinkan atau justru terlibat dalam praktek monopoli ini tentu jauh lebih dilarang lagi. Karena secara tidak langsung negara telah memberikan ruang dan ikut serta dalam kemaksiatan kepada Allah. Oleh karena itu praktek-praktek semacam itu harus dihilangkan dalam aktivitas jual beli dan perdagangan.
Penyelesaian persoalan-persoalan seperti di atas tidak akan bisa dilakukan tatkala sistem yang mengaturnya tidak mendukung dalam pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut. Maka mau tidak mau jika ingin selesai persoalan di atas maka sistem asas yang harus dirubah, jika sistem yang ada sekarang masih langgeng maka persoalan di atas tidak akan bisa terselesaikan. Oleh karena itu hanya islamlah yang cocok untuk menerapkan dan menyelesaikan persoalan diatas secara menyeluruh karena sudah pasti bahwa hanya sistem islamlah yang bisa memberikan pelayanan bagi rakyatnya dan rahmat bagi seluruh alam semesta. Wallahu a’lamu bishawab
READ MORE - ”PEDASNYA” HARGA CABE, SIAPA YANG DIUNTUNGKAN?

Jumat, 14 Januari 2011

KRITIK TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

Pada bulan Desember yang lalu, berbagai kalangan di belahan dunia, termasuk Indonesia memperingati perayaan hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia. di Indonesia semarak memperingati HAM se-dunia, selain dilakukan oleh organisasi juga diperingati oleh Pemerintah, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenkumham. Menkumham Patrialis Akbar pada saat itu mengajak supaya nilai-nilai HAM dapat terintegrasi dalam perilaku berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat”.
Di Jakarta, masa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar semacam demo Hari Hak Asasi Manusia (HAM) dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Presiden. Tujuan menggelar aksi karnaval ini tidak lain adalah untuk mengangkat, mengkampanyekan sekaligus menyebarluaskan tentang arti penting HAM sebagai hak dasar yang wajib dipenuhi, mendapatkan jaminan perlindungan, serta ditempatkan pada posisi yang utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pandangan dan kesimpulan Front Perjuangan Rakyat (FPR), sampai sekarang Pemerintah Susilo Bambang Yudoyono–Budiono masih belum optimal dalam menegakkan HAM. Selain itu, menurut mereka, ancaman PHK (pemutusan hubungan kerja) yang bisa datang setiap saat dan pemberangusan serikat buruh menunjukkan bahwa HAM kalangan buruh masih terancam. (infoGSSI.blogspot.com)
Hal itu menunjukan bahwa pada dewasa ini HAM menjadi hal yang sangat penting. Padahal kalau dicermati secara mendalam, ada hal-hal dalam HAM yang tidak sesuai dengan Islam. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini dibahas kritik Islam terhadap pemikiran HAM. Dibahas juga mengenai kekhawatiran terhadap PHK dan harapan adanya serikat buruh dalam jumlah yang banyak.

KRITIK TERHADAP HAM
Ada dua hal penting yang terkait dengan hakikat HAM. Pertama adalah landasan HAM dan kedua adalah 4 hal pokok dalam HAM. Mencermati dua hal tersebut, pastilah dapat disimpulkan bahwa HAM tidak sesuai Islam.
Landasan HAM adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) di mana yang dimaksudkan dengan sekularisme adalah tidak ada yang berasal dari sekularisme, termasuk HAM, berkaitan dengan Tuhan atau hukum Tuhan sebab prinsip sekularisme adalah Tuhan dan segala hal yang bersifar ilahiyah tidak memiliki hak menentukan pandangan tentang manusia ataupun apa yang menjadi tugas manusia. Dengan demikian, konsep HAM bukan ilmu pengetahuan yang universal sebagaimana matematika, kedokteran, dan lain sebagainya. Bahkan konsep HAM terletak pada direktori ilmu peradaban yang terkait langsung dengan akidah, syariat, bahasa, sejarah, dan peradilan sekularisme. Hal itu juga menunjukkan bahwa konsep HAM bukan berasal dari Islam.
Adapun 4 hak pokok yang menjadi inti pemikiran HAM adalah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan pemilikan dan kebebasan berperilaku. Mencermati keempatnya terlihat bahwa di dalamnya terdapat perbedaan dengan ajaran agama Islam. yaitu:
1. Kebebasan beragama menurut HAM memiliki dua makna yaitu pertama bebas menganut agama apapun karena semua agama sama benarnya dalam ibadah kepada Allah SWT dan kedua bebas berpindah-pindah agama. Kebebasan beragama dalam makna yang pertama tidak sesuai ajaran agama Islam. Agama yang diridloi oleh Allah SWT hanyalah agama Islam di mana agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan mengajarkan manusia untuk menyembah kepada Allah SWT dan menjalani kehidupan secara islamiy.
Memang umat Islam tidak boleh memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)”. Namun hal ini bukan berarti semua agama sama benarnya. Yang benar adalah agama Islam, agama yang lain salah, namun untuk mengajak kepada agama Islam yang benar ini, umat Islam tidak boleh memaksa umat lain.
Berkaitan dengan makna yang kedua, kebebasan beragama berarti adalah kebebasan berpindah-pindah agama juga tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Seorang muslim harus berdasarkan kemantaban beragama Islam. Jika setelah itu, murtad maka hakim akan memanggilnya dan membuktikan bahwa orang tersebut murtad. Selanjutnya sang hakim akan mengajak orang tersebut untuk kembali ke jalan yang lurus, yaitu memeluk agama Islam. Kalau menolak, hakim akan memberikan hukuman maksimal pada orang tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia “ (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ashabus Sunah).
2. Kebebasan berpendapat dalam pandangan HAM adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun juga. Termasuk juga fitnah memfitnah menjadi bagian dari kebebasan berpendapat. Berbagai media masa memberitakan ‘aurat’ orang lain tanpa ada kejelasan benar atau salah yang menjurus kepada fitnah, yang penting memberitakan juga imbangannya. Banyak jaksa menuduh terdakwa secara sembarangan tanpa ada bukti yang kuat, seolah-olah menuduh tanpa terbukti bukan menjadi suatu masalah sebab jaksa mengemban tugas negara. Kebebasan berpendapat seperti itu tidak mendapat tempat dalam Islam. Memfitnah orang lain, di manapun tempatnya, di media masa atau di masjid, siapapun orangnya orang biasa atau jaksa, adalah perbuatan kriminal yang kalau terbukti akan dihukum setimpal oleh hakim.
Kebebasan berpendapat dalam pandangan HAM mencakup juga kebebasan berpendapat berdasar ideologi dan agama non Islam dan menyebarkannya. Kebebasan seperti ini juga tidak mendapatkan tempat dalam ajaran Islam. Tidak boleh berpendapat dan menyebarkan agama dan ideologi selain Islam.
3. Kebebasan pemilikan mempunyai arti bahwa seorang individu boleh memiliki harta apa saja baik harta individu maupun harta umum. Padahal dalam ajaran Islam mengatur pemilikan Islam menjadi pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Individu maupun negara tidak boleh memiliki harta milik umum.
4. Kebebasan berperilaku dalam HAM menekankan bahwa setiap orang berhak menjalani kehidupan sesuai kehendaknya. Padahal dalam ajaran Islam, Sstiap muslim harus berbuat dalam masalah ibadah dan muamalah sesuai dengan ajaran agama Islam. Allah SWT berfirman dalam surat Al Muddatstsir ayat 38 “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya”.

HAM dan Permasalahan Kesejahteraan Buruh
Front Perjuangan Rakyat menganggap PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai suatu hal yang bertentangan dengan kebebasan pemilikan. Jika buruh di PHK tentu buruh mendapatkan gaji dan tidak memiliki harta. Jika tidak ada gaji dan harta tentu saja tidak ada kebebasan pemilikan. Oleh karena itu mereka menuntut supaya buruh tidak mudah di PHK. Bahkan diharapkan buruh mendapatkan gaji sesuai dengan UMR sehingga buruh mendapatkan kesejahteraan tanpa ada dukungan pihak lain, baik dari keluarga maupun pemerintah. Padahal walaupun gajinya sudah sesuai dengan UMR, buruh belum mendapatkan kesejahteraannya demikian juga anggota masyarakat yang lain. Padahal pada saat itu pihak lain, termasuk pemerintah sudah mengurangi tanggungjawabnya terhadap kesejahteraan.
Keprihatinan terhadap nasib buruh ini sering kali mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Namun, sesungguhnya hanya agama Islam yang sungguh-sungguh memperhatikan nasib buruh, bahkan seluruh rakyat. Sebab tanggung jawab kesejahteraan bagi orang yang tidak mampu tidak hanya menjadi tanggung jawab individu semata dengan cara bekerja, namun juga menjadi tanggung jawab keluarganya yang mampu dan tanggung jawab pemerintah. Rasulullah SAW bersabda: “Seorang iman adalah pemimpin dan dia akan ditanya mengenai kepemimpinannya” (HR. Muslim). Dalam hal ini setiap individu mendapatkan harta dari bekerja yang mungkin mensejahterakan dirinya atau mungkin tidak mensejahterakan. Adapun bagi individu yang tidak mendapatkan kesejahteraan tidak perlu khawatir akan kehidupannya sebab ada tanggung jawab keluarga dan pemerintah secara penuh.

HAM dan Permasalahan Kebebasan Berorganisasi
Sebagian orang berpendapat bahwa kebebasan berserikat bagi buruh sangat penting untuk memperjuangkan hak-hak buruh di hadapan majikan. Mereka dapat membuat kelompok-kelompok buruh yang mampu menekan majikan sesuai dengan keinginan buruh. Bahkan disebutkan bahwa kebebasan berorganisasi adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Di dalam ajaran Islam yang penting bukan serikat buruh dan kebebasan berpendapat sebagaimana dikemukakan HAM, namun yang penting adalah perjanjian di antara buruh dan majikan dalam hal upah, masa kerja, dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan. Yang dapat menekan majikan maupun buruh adalah perjanjian di antara keduanya tersebut. Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang muslim itu berada di perjanjian akadnya (syaratnya)”. Demikian juga Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia mempekerjakan seorang buruh sampai dia memberitahukan upahnya “. Jadi yang penting adalah perjanjian antara buruh dan majikan dan ketaatan terhadap perjanjian tersebut.
Namun demikian, bukan berarti Islam melarang berserikat. Islam memerintahkan untuk berserikat. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 104: “Hendaklah ada di antara kamu sekelompok (dari) umat yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar” Salah satu tafsir dari ayat ini adalah diserunya di tengah umat Islam untuk adanya organisasi yang jumlahnya lebih dari satu. Hanya saja ayat ini membatasi aktifitas organisasi tersebut dalam tiga hal yaitu mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, baik yang dilakukan individu, majikan, jamaah ataupun negara.

KESIMPULAN
Tidak diragukan lagi bahwa konsep Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bagian dari peradaban sekularisme. Dilihat dari asasnya maupun empat kebebasan tersebut terlihat dengan jelas bahwa HAM adalah konsep sekularisme. Demikian juga turunannya berupa bahaya PHK bagi kesejahteraan buruh dan arti penting kebebasan berserikat bagi buruh menunjukkan bahwa konsep HAM berasal dari sekularisme. Sebaliknya, Islam menawarkan kehidupan yang baik bagi manusia, di dunia maupun di akhirat.
READ MORE - KRITIK TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

Kamis, 06 Januari 2011

MARI MENJAGA KESEHATAN

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Kondisi badan yang sehat menyebabkan individu dapat melakukan berbagai kegiatan dan melakukan ibadah dengan baik. Di sisi lain kondisi badan yang terus menerus sehat secara umum pada suatu masyarakat menyebabkan masyarakat tersebut terhindar dari kepunahan. Demikianlah kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi dengan pasti.
Permasalahannya, pada saat ini menjaga kondisi badan supaya selalu dalam keadaan sehat merupakan perkara yang tidak mudah. Berbagai hal langsung atau tidak langsung bahkan menyebabkan kesehatan di tengah masyarakat rasa-rasanya semakin menurun. Makanan dan lingkungan yang tidak mendukung badan yang sehat mudah dijumpai di mana-mana. Sebagai contoh adalah adanya berbagai barang, khususnya makanan dan minuman, yang mengandung zat berbahaya atau adanya berbagai lingkungan yang sudah tercemar oleh polusi. Faktor lain adalah mahalnya biaya menjaga kesehatan dan berobat kalau sakit. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembangnya pandangan di tengah masyarakat bahwa “orang miskin tidak boleh sakit”. Faktor yang lain lagi adalah kurang maksimalnya peran dan tanggung jawab individu, masyarakat dan negara dalam menjaga kesehatan badan. Sebagai contoh, ada individu yang menggunakan kemampuan finansialnya untuk berbagai hal yang tidak begitu utama dan mengabaikan penggunaan finansial untuk menjaga kesehatan. Demikian juga berbagai negara ditengarai kurang maksimal dalam menyediakan sarana kesehatan, petugas dan berbagai hal yang mendukung kesehatan penduduknya.
Wajar saja kalau saat ini muncul berbagai alternatif terhadap penjagaan kesehatan. Kadang-kadang alternatif tersebut masih dapat diterima akal, namun banyak juga alternatif yang bersifat tipu-tipuan. Kasus gelang kesehatan (power balanced wristband) adalah salah satu contoh terkini di antara contoh-contoh yang sudah ada yang menunjukkan adanya alternatif penjagaan kesehatan dan pada saat ini tidak mudah untuk menjaga kesehatan badan. Diopinikan melalui orang-orang yang banyak dimuat di media massa, khususnya olahragawan dan penyanyi sebagai gelang kesehatan yang berkhasiat mampu meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan fleksibilitas tubuh pemakainya, ternyata beberapa hari yang lalu produsennya mengakui bahwa ‘khasiat’ gelang ini belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Bahkan pemerintah Australia memerintahkan untuk menarik kembali peredaran gelang kesehatan ini. Mungkin juga yang dapat dikategorikan dalam hal ini adalah UU kesehatan versi Amerika. Walaupun UU tersebut salah satu maknanya adalah jaminan kesehatan bagi rakyat, namun kenyataannya pada masa lalu banyak biaya mahal dan tidak perlu dalam pembiayaan kesehatan yang mana hal itu lebih memberi ruang kepada perusahaan asuransi kesehatan sehingga direformasi dengan adanya semacam kewajiban membayar dana asuransi kesehatan bagi seluruh rakyatnya dan penyediaan dana dari pemerintah untuk kesehatan orang miskin, namun ternyata juga digelontorkan kepada perusahaan asuransi kesehatan.
Bebagai motif tersembunyi dibalik akal-akalan dan tipu-tipuan penjagaan kesehatan. Motif politik misalnya, sangat kental dalam pengaturan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan lebih ditujukan untuk melayani sektor bisnis kesehatan daripada rakyat yang butuh pelayanan kesehatan. Ketika kesehatan terlihat sebagai sektor yang akan memberikan keuntungan bagi kapitalis, dibuatkan undang-undang yang memperbolehkan bisnis di sektor kesehatan seperti asuransi kesehatan kapitalis atau rumah sakit kapitalis. Ketika perekonomian mengalami krisis finansial, termasuk yang dialami sektor bisnis kesehatan, padahal krisis itupun terjadi karena ulah mereka sendiri yang bersendi pada perekonomian ribawi dan pelanggaran tehadap syariat Islam, atas nama jaminan kesehatan bagi rakyat miskin digelontorkan dana pemerintah kepada bisnis kesehatan kapitalis, tidak langsung kepada rakyat miskin yang butuh dana kesehatan. Nantinya, ketika perekonomian sudah pulih kembali, pelayanan politik tidak ditujukan kepada sektor bisnis kesehatan kapitalis, namun juga tidak berpihak kepada rakyat secara umum, namun pelayanan kesehatan dibuat secara standar kapitalis seperti sedia kala. Adapun dana pemerintah digelontorkan kepada sektor bisnis kapitalis yang lain.
Motif bisnis kadang-kadang juga memimpin akal-akalan dan tipu-tipuan dalam sektor kesehatan. Produsen gelang kesehatan baru mengumumkan sekarang ini bahwa khasiat produknya tidak bisa dibuktikan secara ilmiah. Padahal, pertanyaan-pertanyaan mengenai khasiat gelang kesehatan ini sudah muncul sejak awal beredarnya. Pihak yang berwenang dalam hal ini pun mengetahui adanya pertanyaan-pertanyaan tersebut. Bukannya menghentikan akal-akalan ini, pihak yang berwenang pun turut mempromosikannya. Seperti dilakukan oleh kedutaan besar AS di Indonesia yang pada saat kedatangan Barack Obama dan pidatonya di Balairung UI, kedutaan besar AS tersebut membagikan gelang kesehatan berwarna biru kepada tamu undangan. (Tempointeraktif.com, 6 Januari 2011). Bisnis media massa, konon kabarnya juga terlibat dalam akal-akalan dan tipu-tipuan dalam sektor kesehatan. Menggunakan kesalahkaprahan tentang ruhaniawan, agamawan, agama, keajaiban dan mukjizat ditayangkanlah materi-materi ‘kehebatan’ agama dan agamawan dalam menyembuhkan orang yang sakit. Dalam hal ini motif mendakwahkan agama dan keyakinan juga sangat kental dalam akal-akalan dan tipu-tipuan penjagaan kesehatan secara alternatif.
Sesungguhnya, selama pelayanan kesehatan bisa dimaksimalkan dengan baik, tidak ada motif tipu-tipuan dan tidak ada motif memurtadkan umat Islam, penjagaan kesehatan secara alternatif dapat berlangsung di tengah masyarakat dan mempermudah rakyat dalam penjagaan kesehatan. Ajaran Islam telah menyelesaikan permasalahan kesehatan dengan baik. Bagaimana ajaran Islam dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan?

Pelayanan Kesehatan Yang Maksimal
Pelayanan kesehatan yang maksimal harus dilakukan dalam bentuk jaminan kesehatan dari negara. Jaminan tersebut dalam bentuk sarana, prasarana dan tenaga kesehatan yang memadahi yang disediakan oleh negara bagi seluruh rakyat. Hal itu disebabkan Islam adalah agama rahmatan lil alamin sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Anbiyaa’ ayat 107: “Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta”. Perwujudan dari rahmatan lil alamin tersebut adalah tanggung jawab negara kepada seluruh rakyat, termasuk di bidang kesehatan. Terdapat sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar: “Seorang amir (pemimpin) yang berkuasa atas manusia adalah penanggungjawab (atas segala urusan rakyat) dan dia (pemimpin) akan ditanyai tentang rakyatnya.” (HR. Imam Muslim). Demikian juga terdapat berbagai hadits yang menunjukkan Rasulullah sangat memperhatikan kesehatan rakyatnya. Sebagai contoh Rasulullah SAW pernah menasihati seorang ibu untuk mengobati anaknya yang terkena sakit amandel dengan suatu obat tertentu. Semua itu menunjukkan bahwa Islam memerintahkan pemimpin untuk melayani rakyatnya, termasuk menjamin kesehatan rakyatnya.
Pelayanan jaminan kesehatan tersebut dapat ditambahi dengan tolong menolong di bidang kesehatan dari pihak yang mampu kepada pihak yang tidak mampu. Hal itu disebabkan terdapat dalil yang memerintahkan untuk terjadi tolong menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan secara umum. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an Surat Al Maidah ayat 2: “Tolong menolonglah kalian dalam (mengerjakan) kebaikan dan ketakwaan dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. Tolong menolong dapat dilaksanakan dalam berbagai hal kebaikan dan ketakwaan, termasuk juga di bidang kesehatan. Dalam hadits Rasulullah SAW juga menunjukkan adanya tolong menolong di bidang kesehatan. Dari Anas bin Malik: “Rasulullah SAW telah mengizinkan satu keluarga dari suku Anshar untuk mengobati orang-orang yang terkena racun dan penyakit telinga…” (HR Bukhari).
Di sisi lain, Islam memerintahkan individu untuk selalu menjaga kesehatan dan berobat ketika sakit. Rasulullah SAW menganjurkan orang yang sakit untuk berobat. Terdapat hadits yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Sebagai contoh adalah hadits dari Usamah ibnu Syarik. Usamah Ibnu Syarik r.a. telah berkata:”Aku datang kepada Nabi SAW dan para shahabatnya yang seakan-akan di atas kepala mereka ada burungnya. Maka aku mengucapkan salam lalu duduk, tiba-tiba datanglah orang-orang kampung dari arah sana dan arah sini, lalu mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bolehkah kami memakai obat?” Nabi SAW menjawab:”Berobatlah kalian, karena sesungguhnya tidak sekali-kali Allah membuat suatu penyakit melainkan Dia pun membuat pula obat penawarnya, selain dari penyakit ketuaan.” (HR. Ash-habus Sunan dengan sanad sahih). Demikian juga terdapat hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ruqan yang kami pakai sebagai obat dan obat yang kami pakai untuk penyembuh serta penangkal yang kami gunakan untuk obat pencegahan. Apakah semuanya dapat menolak sesuatu dari ketentuan Allah?” Nabi SAW menjawab “Semuanya itu termasuk ketentuan Allah.” (HR. Turmudzi dengan sanad sahih).

Penipuan dan Pemurtadan Berkedok Kesehatan Harus Dihukum Setimpal
Siapapun juga yang melakukan penipuan dengan berkedok kesehatan harus diseret ke pengadilan Islam dan kalau terbukti menipu di depan sidang pengadilan harus dihukum setimpal. Aparat negara yang mengatasnamakan jaminan kesehatan bagi rakyat, namun faktanya ‘kong kalingkong’ dengan bisnis kapitalisme di sektor kesehatan atau sektor yang lainnya tidak boleh didiamkan. Hal itu bukan sekadar penipuan namun berpotensi memindahkan tanggung jawab penjaminan kesehatan dari negara kepada bisnis kapitalisme yang justru akan menyebabkan keuangan rakyat terserap ke sana dan kesehatan rakyat tidak terjamin. Kalangan bisnis yang melakukan penipuan berkedok kesehatan, misalnya menjual dan melariskan produk dengan promosi kesehatan yang menipu juga harus ditelusuri di pengadilan. Kalau terbukti melakukan penipuan juga harus dihukum yang setimpal. Demikian juga kalau teknik pengobatan yang dilakukan terbukti di depan pengadilan adalah tipu-tipuan, haruslah dihukum yang setimpal, tidak peduli pelakunya berkedok dukun, rohaniawan, spiritualis atau agamawan, demikian juga tidak peduli hal itu dilakukan melalui media televisi atau langsung di rumah ibadah, gedung pertemuan, klinik, dll. Semua penipuan harus diseret ke pengadilan dan kalau terbukti dihukum yang setimpal.
Demikian juga kalau motif penipuan berkedok kesehatan adalah usaha memurtadkan orang dari agama dan keyakinan Islam, haruslah dihukum yang setimpal. Jelas sekali bahwa agama yang benar hanyalah agama Islam. Dalam hal ini menyamakan agama Islam dengan agama lain sebagai sama benarnya adalah suatu hal yang salah. Apalagi meninggikan agama lain di atas agama Islam. Baik orang yang melakukan hal itu maupun yang mengajak ke arah itu melakukan dosa yang besar. Kalau terbukti di hadapan majelis hakim telah melakukan hal-hal tersebut yang termasuk dosa besar tentunya harus mendapatkan hukuman yang setimpal.

Alternatif dalam Teknik Pengobatan dan Obat
Agama Islam tidak pernah mendiskriminasikan suatu teknik pengobatan dengan teknik pengobatan yang lain atau suatu jenis obat dengan obat yang lain. Selama benar-benar merupakan teknik pengobatan dan obat untuk mengobati, maka agama Islam memperbolehkannya sebagai teknik pengobatan dan obat untuk mengobati. Rasulullah SAW memperbolehkan menggunakan teknik hijamah, memperbolehkan membedah, mengompres dan berbagai teknik pengobatan yang lainnya di mana semuanya itu menunjukkan bahwa semua teknik pengobatan diperbolehkan selama benar-benar merupakan teknik pengobatan. Demikian juga Rasulullah SAW memperbolehkan mengunakan madu, susu, biji saudah atau daun-daunan sebagai obat di mana hal itu menunjukkan semua obat bisa digunakan selama benar-benar merupakan obat untuk mengobati. Agama Islam tidak mengklasifikasikan obat dan teknik pengobatan menjadi teknik pengobatan dan obat medis atau tradisional atau teknik pengobatan dan obat Barat atau Timur. Demikian pula apakah sudah melalui pengujian menggunakan pola pikir ilmiah atau pola pikir akliyah. Agama Islam memperbolehkan semua teknik pengobatan dan obat yang digunakan selama benar-benar merupakan teknik pengobatan dan obat untuk mengobati.
Dengan demikian dalam rangka mewujudkan kesehatan sebagai kebutuhan pokok yang terpenuhi di tengah masyarakat yang diperlukan adalah pelayanan maksimal di sektor kesehatan berupa jaminan kesehatan oleh negara, tolong menolong di sektor kesehatan di antara anggota masyarakat dan individu yang memperhatikan kesehatannya. Hal-hal lain yang tidak mendukung harus dienyahkan seperti akal-akalan dan tipu-tipuan di bidang kesehatan. Baik itu tipu-tipuan bermotif politik oleh negara, bermotif bisnis atau bermotif pemurtadan dari agama Islam. Jika hal itu dilaksanakan di tengah masyarakat, menjaga kesehatan adalah suatu hal yang mudah bagi siapapun. Oleh karena itu, marilah menjaga kesehatan dengan benar.
READ MORE - MARI MENJAGA KESEHATAN