Kamis, 02 Desember 2010

GAYUS PLESIRAN, RUNTUHLAH HUKUM YANG BOBROK

Berbagai pemberitaan tentang plesiran Gayus Halomoan Tambunan, terdakwa penggelapan pajak, sangat mengagetkan dan membuat geleng-geleng kepala. Ada yang memberitakan fotonya saat bersama istrinya nonton tenis di Nusa Dua Bali, ada yang memberitakan terkait dengan tahanan lain yang juga bisa keluar masuk penjara seenaknya seolah-olah bukan tahanan, ada yang memberitakan dengan isu suap dan mafia hukum yang bergentayangan, ada yang memberitakan dengan situasi politik dan politikusnya, dan ada yang memberitakan terkait dengan pengakuan Gayus dan istrinya bahwa mereka memang plesir ke Bali.
Masyarakat bertanya-tanya dan muak mengapa begitu mudahnya tahanan yang seharusnya dipenjara, keluar masuk penjara. Padahal, sebelumnya masyarakat sudah begitu banyak disuguhi berbagai kasus ketidakberesan hukum oleh pihak aparat. Di satu sisi rakyat kecil yang sebenarnya tidak terlalu bersalah dijerat hukum yang cukup berat untuk ukuran mereka. Sebagai contoh adalah Kamsu alias P.Nurhani (75), Sahiya (65), Suryadi (35) dan Maryati (28) yang duduk di kursi pesakitan karena dituduh mencuri 6 kg buah asem. Contoh yang lain adalah nenek tua renta, Minah yang diadili dan divonis bersalah oleh pengadilan karena mencuri 3 buah kakao. (Buletin Al Mutslaa, volume 40/10-2010). Di sisi lain orang yang terjerat hukum namun memiliki kuasa dan uang, ternyata ditahan, namun seolah-olah bukan tahanan. Sebagai contoh adalah Arthalita Suryani yang dihukum di penjara Pondok Bambu. Ternyata di dalam selnya dilengkapi dengan AC, kulkas dan 1 set komputer jaringan. Selain itu selnya memiliki ruang karaoke pribadi. Bahkan melalui selnya tersebut, Arthalita Suryani mampu mengontrol kegiatan di luar penjara. Contoh lain adalah Tomy. Ketika di penjara di LP Batu Nusa Kambangan ternyata selnya sudah direnovasi lebih dari biasanya. Konon kabarnya sel tersebut mirip kamar hotel dan ada sepeda statis untuk olahraga. (Tempo Online, 14 Juli 2003). Masih banyak contoh-contoh kebobrokan hukum dan memuakan yang lainnya. Konon kabarnya ada seseorang yang dekat dengan kekuasaan, di mana baru masuk penjara dua hari sudah mendapatkan masa pengurangan penahanan. Sungguh hukum yang bobrok dan memuakkan.
Pada peristiwa plesirannya Gayus, setidak-tidaknya terdapat tiga kebobrokan hukum. Pertama adalah kebobrokan kepribadian Gayus. Kedua adalah kebobrokan kepribadian petugas penjara. Ketiga adalah interaksi suap menyuap antara Gayus dan petugas penjara. Ketiganya akan diulas dan ditunjukkan pandangan Islam untuk mengatasi berbagai kebobrokan tersebut.

1. Kebobrokan Kepribadian Gayus
Menurut Wikipedia, hukuman memiliki tiga fungsi yang berperan besar bagi pembentukan tingkah laku sesuai yang diharapkan. Tiga fungsi besar tersebut adalah (1) Membatasi perilaku, yaitu hukuman menghalangi terjadinya pengulangan tingkah laku yang tidak diharapkan, (2) bersifat mendidik dan (3) memperkuat motivasi untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diharapkan. Orang yang dihukum seharusnya menyadari tiga fungsi tersebut. Dia harus menyadari bahwa hukuman dimaksudkan untuk menghalangi dirinya mengulangi tingkah laku yang salah, mendidik dan memperkuat motivasi meninggalkan yang salah. Oleh karena itu orang yang dihukum seharusnya menetapi hukuman tersebut sebab dengan hukuman itu perbuatannya yang salah terhalangi dilakukan, terdidik dan termotivasi untuk meninggalkan perbuatannya yang salah tersebut. Seorang yang dihukum harus menyadari bahwa dirinya harus menetapi hukum itu. Tidak pada tempatnya kalau seseorang itu mentang-mentang terhadap hukuman, apalagi unjuk kekuasaan bahwa dirinya tidak terjamah hukum.
Plesirannya Gayus, pinginnya keluar tahanan untuk kepentingannya, seneng-seneng, jalan-jalan ketemu sama anak istrinya, bahkan konon kabarnya pernah mencapai 23 hari, padahal dia adalah pesakitan yang terkena hukuman penjara, menunjukkan bahwa Gayus adalah pribadi yang tidak mengerti fungsi hukuman penjara. Gayus tidak menyadari hukuman itu supaya dirinya tidak mengulangi penggelapan pajak, mendidiknya dan memotivasi dirinya supaya selalu meninggalkan perbuatan yang salah.
Tidak hanya untuk Gayus, namun untuk semua yang kena hukuman, haruslah timbul kesadaran mengenai fungsi hukuman. Yang terbaik bagi diri orang yang terkena hukuman dan juga terbaik bagi orang-orang lain adalah si pesakitan menetapi hukuman dengan sempurna, sehingga setelah dihukum terdidik dan termotivasi meninggalkan yang tidak benar.
Oleh karena itu, dalam ajaran agama Islam hukum yang dipakai adalah hukum dari Allah SWT yang Maha Adil. Hukum yang digunakan bukan hukum jahiliyah yang penuh kepentingan, hawa nafsu dan diskriminatif. Allah swt berfirman : “Apakah hukum jahiliyah (hukum selain Islam) yang mereka kehendaki dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah, bagi orang-orang yang yakin”(QS.Al-Maidah : 50). Buletin Al Mutslaa volume 40/10-2010 dengan judul REFORMASI PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA sudah menunjukkan 5 kelebihan hukum Allah SWT dibandingkan hukum jahiliyah.
Selanjutnya, fungsi hukum juga mencakup fungsi penebus dosa. Ketika seorang muslim berbuat maksiyat kemudian dia mengaku dan dihukumi di dunia maka dosa atas perbuatan maksiyat yang telah dilakukan tersebut akan dihapus, asalkan dia tunduk, pasrah dan berserah diri terhadap hukumannya. Oleh karena itu terdapat berbagai fakta pada masa Rasulullah SAW yang menunjukkan rakyat pada waktu itu menetapi hukuman yang telah ditetapkan Islam. Di antaranya yang terkenal adalah riwayat Ghomidiyah yang mengakui perzinahan yang dilakukannya. Ada juga riwayat Ka’ab bin Malik yang mengakui kesalahan dan kelalaiannya dalam kewajiban mendukung perang Tabuk.

2. Kebobrokan Kepribadian Petugas Penjara
Menurut keterangan pihak kepolisian, Gayus Tambunan memberikan uang kepada Kepala Rumah Tahanan Brimob Kelapa Dua Depok Jawa Barat 5 juta rupiah per minggu dan 50-60 juta per bulan sejak bulan Juli 2010, Sedang untuk petugas jaga berpangkat bintara sebanyak delapan orang sebesar 5-6 juta rupiah per bulan per orang (Detiknews 15/11/2010). Mereka yang menerima uang dari Gayus itu telah dibebastugaskan dari pekerjaan mereka, ditahan, dan dijadikan tersangka kasus suap.
Masyarakat disuguhi lagi suatu tontonan yang menggambarkan begitu bobrok dan hancurnya penegakan hukum. Ternyata penegak hukum yang di level bawah, yaitu penjaga penjara lebih memikirkan tentang materi daripada tugas yang menjadi kewajibannya sehingga bisa disuap. Permasalahannya adalah pada kepribadian penjaga penjara yang mementingkan duit daripada tugas dan kewajibannya. Ada juga dugaan bahwa kepribadian penegak hukum yang bobrok tersebut tidak hanya pada penjaga penjara, namun juga mencakup penegak hukum yang levelnya lebih tinggi, termasuk juga pejabat-pejabatnya.
Padahal mereka mempunyai tugas yang seharusnya cukup mulia. Pertama mereka menjadi garda depan yang menunjukkan keadilan hukum, kedua mereka menjalankan fungsi mencegah pesakitan mengulangi tindakannya, menjalankan fungsi mendidik pesakitan dan menjalankan fungsi memotivasi pesakitan meninggalkan perbuatan tercelanya. Namun, kenyataannya para penegak hukum lebih condong pada duit dan materi, daripada tugas yang cukup mulia ini. Bisa dibayangkan pasti ambruklah hukum yang bobrok ini.
Adapun dalam sistem Islam, penegak hukum sangat mulia sekali sebab mereka juga menjadi garda depan dalam menunjukan kemuliaan hukum Allah. Selain itu penegak hukum menyebabkan pesakitan sedikit banyak terbebas dari hukum Allah di pengadilan akhirat.
Oleh karena itu, umat Islam dalam sistem Islam tidak mengalami masalah mendua antara duit dan materi dengan fungsi penegakan hukum. Bahkan umat Islam terkenal tegas dalam penegakan hukum. Rasulullah SAW sendiri pernah bersabda bahwa kalau anaknya Fatimah terbukti di pengadilan melakukan pencurian yang mengharuskan dihukumi dengan hukum potong tangan, juga harus dihukumi dengan hukuman potong tangan. Tidak mentang-mentang anaknya nabi dan pemimpin umat Islam terus bisa seenaknya. Beliau bersabda : ''Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa disebabkan jika orang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukum atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri, maka aku akan potong tangannya.'' (HR Bukhari dan Muslim).

3. Interaksi Suap Menyuap
Kepribadian yang bobrok baik oleh pesakitan maupun aparat hukum menyebabkan terjadinya interaksi yang tidak Islami, yaitu interaksi suap menyuap. Walaupun konon kabarnya Gayus membantah menyuap, namun kenyataannya Mabes Polri telah menerbitkan surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dugaan suap oleh Gayus Halomoan Tambunan (hukum.tv.one.co.id 15/11/2010). Padahal jelas sekali Islam melarang suap menyuap. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 188: “Dan janganlah ada sebagian kalian makan harta benda sebagian yang lain dengan jalan batil, dan janganlah menggunakannya sebagai umpan (untuk menyuap) pada hakim dengan maksud agar kalian dapat makan harta orang lain dengan jalan dosa, padahal kalian mengetahui (hal itu)”. Sedangkan Rasulullah SAW bersabda: “Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR Abu Daud).

KEMBALI KEPADA KEADILAN HAKIKI
Hukum yang bobrok dan selanjutnya ambruk disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah hukum tersebut merupakan hukum buatan manusia bukan hukum Allah SWT. Kedua adalah orang-orang yang menjadi penegak hukum juga bobrok kepribadiannya. Gabungan kebobrokan keduanya pasti menyebabkan cepat ambruknya hukum tersebut.
Sudah saatnya dan seharusnya umat Islam mencampakan hukum yang bobrok dan menggantinya dengan hukum Islam yang rahmatan lil alamin. Allah swt berfirman: “Dan tidak Aku utus engkau Muhammad kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam“ (QS.Al-Anbiya : 107)”. Hal itu dilanjutkan dengan penegakan hukum Islam yang tegas oleh aparat penegak hukum Islam. Jika hal itu dilakukan, umat Islam akan mendapatkan keadilan hukum di dunia dan keadilan hukum di akhirat. Wallahu a’lam bishawwab.

1 komentar: