Jumat, 14 Januari 2011

KRITIK TERHADAP HAK ASASI MANUSIA

Pada bulan Desember yang lalu, berbagai kalangan di belahan dunia, termasuk Indonesia memperingati perayaan hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-dunia. di Indonesia semarak memperingati HAM se-dunia, selain dilakukan oleh organisasi juga diperingati oleh Pemerintah, dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenkumham. Menkumham Patrialis Akbar pada saat itu mengajak supaya nilai-nilai HAM dapat terintegrasi dalam perilaku berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat”.
Di Jakarta, masa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) menggelar semacam demo Hari Hak Asasi Manusia (HAM) dari Bundaran Hotel Indonesia menuju Istana Presiden. Tujuan menggelar aksi karnaval ini tidak lain adalah untuk mengangkat, mengkampanyekan sekaligus menyebarluaskan tentang arti penting HAM sebagai hak dasar yang wajib dipenuhi, mendapatkan jaminan perlindungan, serta ditempatkan pada posisi yang utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam pandangan dan kesimpulan Front Perjuangan Rakyat (FPR), sampai sekarang Pemerintah Susilo Bambang Yudoyono–Budiono masih belum optimal dalam menegakkan HAM. Selain itu, menurut mereka, ancaman PHK (pemutusan hubungan kerja) yang bisa datang setiap saat dan pemberangusan serikat buruh menunjukkan bahwa HAM kalangan buruh masih terancam. (infoGSSI.blogspot.com)
Hal itu menunjukan bahwa pada dewasa ini HAM menjadi hal yang sangat penting. Padahal kalau dicermati secara mendalam, ada hal-hal dalam HAM yang tidak sesuai dengan Islam. Oleh karena itu pada kesempatan kali ini dibahas kritik Islam terhadap pemikiran HAM. Dibahas juga mengenai kekhawatiran terhadap PHK dan harapan adanya serikat buruh dalam jumlah yang banyak.

KRITIK TERHADAP HAM
Ada dua hal penting yang terkait dengan hakikat HAM. Pertama adalah landasan HAM dan kedua adalah 4 hal pokok dalam HAM. Mencermati dua hal tersebut, pastilah dapat disimpulkan bahwa HAM tidak sesuai Islam.
Landasan HAM adalah sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan) di mana yang dimaksudkan dengan sekularisme adalah tidak ada yang berasal dari sekularisme, termasuk HAM, berkaitan dengan Tuhan atau hukum Tuhan sebab prinsip sekularisme adalah Tuhan dan segala hal yang bersifar ilahiyah tidak memiliki hak menentukan pandangan tentang manusia ataupun apa yang menjadi tugas manusia. Dengan demikian, konsep HAM bukan ilmu pengetahuan yang universal sebagaimana matematika, kedokteran, dan lain sebagainya. Bahkan konsep HAM terletak pada direktori ilmu peradaban yang terkait langsung dengan akidah, syariat, bahasa, sejarah, dan peradilan sekularisme. Hal itu juga menunjukkan bahwa konsep HAM bukan berasal dari Islam.
Adapun 4 hak pokok yang menjadi inti pemikiran HAM adalah kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan pemilikan dan kebebasan berperilaku. Mencermati keempatnya terlihat bahwa di dalamnya terdapat perbedaan dengan ajaran agama Islam. yaitu:
1. Kebebasan beragama menurut HAM memiliki dua makna yaitu pertama bebas menganut agama apapun karena semua agama sama benarnya dalam ibadah kepada Allah SWT dan kedua bebas berpindah-pindah agama. Kebebasan beragama dalam makna yang pertama tidak sesuai ajaran agama Islam. Agama yang diridloi oleh Allah SWT hanyalah agama Islam di mana agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dan mengajarkan manusia untuk menyembah kepada Allah SWT dan menjalani kehidupan secara islamiy.
Memang umat Islam tidak boleh memaksa umat lain untuk memeluk agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah ayat 256: “Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam)”. Namun hal ini bukan berarti semua agama sama benarnya. Yang benar adalah agama Islam, agama yang lain salah, namun untuk mengajak kepada agama Islam yang benar ini, umat Islam tidak boleh memaksa umat lain.
Berkaitan dengan makna yang kedua, kebebasan beragama berarti adalah kebebasan berpindah-pindah agama juga tidak sesuai dengan ajaran agama Islam. Seorang muslim harus berdasarkan kemantaban beragama Islam. Jika setelah itu, murtad maka hakim akan memanggilnya dan membuktikan bahwa orang tersebut murtad. Selanjutnya sang hakim akan mengajak orang tersebut untuk kembali ke jalan yang lurus, yaitu memeluk agama Islam. Kalau menolak, hakim akan memberikan hukuman maksimal pada orang tersebut, sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “Siapa saja yang mengganti agamanya (Islam) maka bunuhlah ia “ (HR. Bukhori, Muslim, Ahmad, Ashabus Sunah).
2. Kebebasan berpendapat dalam pandangan HAM adalah kebebasan bagi setiap orang untuk menyatakan pendapat apa saja di segala bidang dan segala persoalan tanpa terikat dengan batasan apapun juga. Termasuk juga fitnah memfitnah menjadi bagian dari kebebasan berpendapat. Berbagai media masa memberitakan ‘aurat’ orang lain tanpa ada kejelasan benar atau salah yang menjurus kepada fitnah, yang penting memberitakan juga imbangannya. Banyak jaksa menuduh terdakwa secara sembarangan tanpa ada bukti yang kuat, seolah-olah menuduh tanpa terbukti bukan menjadi suatu masalah sebab jaksa mengemban tugas negara. Kebebasan berpendapat seperti itu tidak mendapat tempat dalam Islam. Memfitnah orang lain, di manapun tempatnya, di media masa atau di masjid, siapapun orangnya orang biasa atau jaksa, adalah perbuatan kriminal yang kalau terbukti akan dihukum setimpal oleh hakim.
Kebebasan berpendapat dalam pandangan HAM mencakup juga kebebasan berpendapat berdasar ideologi dan agama non Islam dan menyebarkannya. Kebebasan seperti ini juga tidak mendapatkan tempat dalam ajaran Islam. Tidak boleh berpendapat dan menyebarkan agama dan ideologi selain Islam.
3. Kebebasan pemilikan mempunyai arti bahwa seorang individu boleh memiliki harta apa saja baik harta individu maupun harta umum. Padahal dalam ajaran Islam mengatur pemilikan Islam menjadi pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Individu maupun negara tidak boleh memiliki harta milik umum.
4. Kebebasan berperilaku dalam HAM menekankan bahwa setiap orang berhak menjalani kehidupan sesuai kehendaknya. Padahal dalam ajaran Islam, Sstiap muslim harus berbuat dalam masalah ibadah dan muamalah sesuai dengan ajaran agama Islam. Allah SWT berfirman dalam surat Al Muddatstsir ayat 38 “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang diperbuatnya”.

HAM dan Permasalahan Kesejahteraan Buruh
Front Perjuangan Rakyat menganggap PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebagai suatu hal yang bertentangan dengan kebebasan pemilikan. Jika buruh di PHK tentu buruh mendapatkan gaji dan tidak memiliki harta. Jika tidak ada gaji dan harta tentu saja tidak ada kebebasan pemilikan. Oleh karena itu mereka menuntut supaya buruh tidak mudah di PHK. Bahkan diharapkan buruh mendapatkan gaji sesuai dengan UMR sehingga buruh mendapatkan kesejahteraan tanpa ada dukungan pihak lain, baik dari keluarga maupun pemerintah. Padahal walaupun gajinya sudah sesuai dengan UMR, buruh belum mendapatkan kesejahteraannya demikian juga anggota masyarakat yang lain. Padahal pada saat itu pihak lain, termasuk pemerintah sudah mengurangi tanggungjawabnya terhadap kesejahteraan.
Keprihatinan terhadap nasib buruh ini sering kali mendapatkan apresiasi dari masyarakat. Namun, sesungguhnya hanya agama Islam yang sungguh-sungguh memperhatikan nasib buruh, bahkan seluruh rakyat. Sebab tanggung jawab kesejahteraan bagi orang yang tidak mampu tidak hanya menjadi tanggung jawab individu semata dengan cara bekerja, namun juga menjadi tanggung jawab keluarganya yang mampu dan tanggung jawab pemerintah. Rasulullah SAW bersabda: “Seorang iman adalah pemimpin dan dia akan ditanya mengenai kepemimpinannya” (HR. Muslim). Dalam hal ini setiap individu mendapatkan harta dari bekerja yang mungkin mensejahterakan dirinya atau mungkin tidak mensejahterakan. Adapun bagi individu yang tidak mendapatkan kesejahteraan tidak perlu khawatir akan kehidupannya sebab ada tanggung jawab keluarga dan pemerintah secara penuh.

HAM dan Permasalahan Kebebasan Berorganisasi
Sebagian orang berpendapat bahwa kebebasan berserikat bagi buruh sangat penting untuk memperjuangkan hak-hak buruh di hadapan majikan. Mereka dapat membuat kelompok-kelompok buruh yang mampu menekan majikan sesuai dengan keinginan buruh. Bahkan disebutkan bahwa kebebasan berorganisasi adalah bagian dari kebebasan berpendapat. Di dalam ajaran Islam yang penting bukan serikat buruh dan kebebasan berpendapat sebagaimana dikemukakan HAM, namun yang penting adalah perjanjian di antara buruh dan majikan dalam hal upah, masa kerja, dan jenis pekerjaan yang harus dilakukan. Yang dapat menekan majikan maupun buruh adalah perjanjian di antara keduanya tersebut. Rasulullah SAW bersabda: “Orang-orang muslim itu berada di perjanjian akadnya (syaratnya)”. Demikian juga Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka janganlah ia mempekerjakan seorang buruh sampai dia memberitahukan upahnya “. Jadi yang penting adalah perjanjian antara buruh dan majikan dan ketaatan terhadap perjanjian tersebut.
Namun demikian, bukan berarti Islam melarang berserikat. Islam memerintahkan untuk berserikat. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 104: “Hendaklah ada di antara kamu sekelompok (dari) umat yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar” Salah satu tafsir dari ayat ini adalah diserunya di tengah umat Islam untuk adanya organisasi yang jumlahnya lebih dari satu. Hanya saja ayat ini membatasi aktifitas organisasi tersebut dalam tiga hal yaitu mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, baik yang dilakukan individu, majikan, jamaah ataupun negara.

KESIMPULAN
Tidak diragukan lagi bahwa konsep Hak Asasi Manusia (HAM) adalah bagian dari peradaban sekularisme. Dilihat dari asasnya maupun empat kebebasan tersebut terlihat dengan jelas bahwa HAM adalah konsep sekularisme. Demikian juga turunannya berupa bahaya PHK bagi kesejahteraan buruh dan arti penting kebebasan berserikat bagi buruh menunjukkan bahwa konsep HAM berasal dari sekularisme. Sebaliknya, Islam menawarkan kehidupan yang baik bagi manusia, di dunia maupun di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar