Kamis, 03 Februari 2011

BUTUH WIRAUSAHAWAN MUSLIM ?

Banyak sekali informasi yang menunjukkan bahwa pada saat ini umat Islam mengalami keterpurukan di berbagai sektor. Sebagai contoh, ada yang menginformasikan bahwa di Malaysia, penduduknya yang beragama Islam sebanyak 60% ternyata hanya menguasai 20% perekonomian, sedangkan etnis tertentu yang kebanyakan tidak beragama Islam dan jumlahnya hanya 20% ternyata menguasai 60% perekonomian Malaysia. Adapun di Indonesia, pernah ada suatu survei yang menanyakan bagaimana pendapat responden tentang berat-ringannya pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Ternyata mayoritas, 73%, merasakan bahwa pemenuhan kebutuhan sehari-hari semakin berat, sebanyak 21% responden merasakan sama saja dengan dulu, dan hanya 6% yang merasakan semakin ringan. Ketika ditanyakan apakah sekarang ini mendapatkan pekerjaan baru dirasakan semakin sulit atau semakin mudah, sebagian besar responden, 89%, merasakan sekarang makin sulit mencari pekerjaan baru, sebanyak 5% responden merasakan sama saja, 4% merasakan makin mudah, dan 2% tidak tahu. Ada juga yang menganalisis jumlah pengangguran terbuka di Indonesia yang selalu mengalami peningkatan. Bahkan jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2005 meningkat hampir 100% dari pengangguran terbuka pada tahun 2000. Pada tahun 2000 jumlah pengangguran terbuka sebanyak 5,86 juta orang sedangkan pada tahun 2005 jumlah pengangguran terbuka sebanyak 11,19 juta orang.
Terdapat juga pihak yang membandingkan antara kesejahteraan yang dicapai umat Islam dengan kesejahteraan yang telah dicapai umat dan negara-negara kapitalis. Misalnya saja, ada yang membandingkan antara Pakistan dan Norwegia. Di Pakistan umur rata-rata penduduknya adalah 63 tahun sedangkan di Norwegia umur rata-rata penduduk adalah 79,4 tahun. Di Pakistan, jumlah penduduk yang masuk sekolah adalah 35% sedangkan di Norwegia 100%. Di Pakistan, pendapatan per kapita adalah USD 2.097 per tahun sedangkan di Norwegia pendapatannya adalah USD 37.670 per tahun.
Masih banyak informasi dan fakta yang menunjukkan bahwa saat ini umat Islam di seluruh penjuru dunia mengalami keterpurukan dalam berbagai sektor. Hal ini berbeda dengan umat Islam pada masa lalu yang mengalami kebangkitan dan kemuliaan di seluruh sektor kehidupan. Demikian juga, kondisi sekarang ini berbeda dengan seruan Islam terhadap umat Islam untuk bangkit dan mulia. Allah SWT berfirman dalam surat An Nur ayat 55: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik”. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah membentangkan bumi kepadaku dan aku telah melihat bagian timur dan barat bumi. Dan umatku, kekuasannya akan meliputi yang dibentangkan padaku itu…” (HR Muslim dari Tsauban).
Menanggapi masalah keterpurukan ini, berbagai pihak berharap banyak kepada wirausaha. Mereka berdalih berdasarkan fakta, misalnya di negara Amerika Serikat yang perekonomiannya saat maju dan berkembang ditopang oleh perusahaan raksasa dan perusahaan kecil yang didirikan oleh para imigran, minoritas dan wanita yang sangat mengandalkan faktor kewirausahaan. Ada juga yang berdalih berdasarkan pemikiran bahwa wirausaha membentuk nilai tambah di tengah masyarakat sebab seorang wirausaha menemukan pengetahuan, melakukan inovasi dan menerapkan kreativitas untuk menyatukan sumber daya alam, modal dan tenaga kerja sehingga membuka peluang usaha. Demikian juga ada yang berdalih berdasarkan harapan bahwa seorang wirausahawan akan mempekerjakan dirinya, mempekerjakan orang lain sehingga menghasilkan kekayaan yang dapat menghidupi dirinya, keluarganya dan orang-orang yang berada dalam tanggung jawabnya. Ada juga yang berdalih berdasarkan harapan bahwa wirausaha akan memenuhi kebutuhan barang dan jasa di tengah masyarakat sebab wirausahawan memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan dan dibeli konsumen.
Kenyataannya, wirausahawan bukanlah seorang malaikat. Banyak ditemui realitas bahwa seorang wirausahawan ternyata adalah wirausahawan yang bejat dan meresahkan masyarakat. Ada wirausahawan yang ditangkap polisi karena memperjualbelikan komoditas yang tidak seharusnya diperjualbelikan seperti senjata, narkoba atau obat bius. Ada wirausahawan yang mendapatkan proyek bisnis dengan menyuap berbagai kalangan pemerintahan. Ada wirausahawan yang tidak amanah dalam bentuk mengkorupsi dan menyelewengkan uang. Ada juga wirausahawan yang memonopoli dan memperjualbelikan harta milik umum seperti air, pulau, hutan, tambang skala besar dan hasilnya, jalan raya, atau berbagai fasilitas umum yang dibutuhkan masyarakat. Ada wirausahawan yang memproduksi dan memperjualbelikan berbagai minuman dan makanan yang haram. Selain itu ada wirausahawan yang menjual dengan teknik dan harga yang melanggar syariat Islam dan ada pula wirausahawan yang hanya mengeksploitasi karyawan-karyawannya. Demikian juga ada wirausahawan yang berwirausaha dengan cara meminjamkan dan membungakan uangnya.
Oleh karena itu opini yang berkembang di tengah masyarakat adalah perlu wirausahawan muslim. Ironisnya masyarakat tidak tahu bagaimana mewujudkannya. Masyarakat menduga bahwa wirausahawan muslim akan muncul dengan sendirinya seiring doa, harapan, keinginan dan impian masyarakat. Kenyataannya sampai sekarang wirausahawan Islam yang didambakan tidak terwujud. Apalagi kapitalisme senantiasa menyiapkan jebakan yang akan menjerumuskan umat Islam dalam jurang kenistaan. Dengan berbagai kedok mereka membelokkan harapan dan keinginan masyarakat sehingga yang diperoleh umat Islam tidak lebih dari wirausahawan muslim semu. Dari sinilah muncul pertanyaan tentang bagaimana mencetak wirausahawan muslim dan siapa yang harus bertanggung jawab dalam mencetak wirausahawan muslim.

Bukan Suatu hal Yang Sulit
Umat Islam adalah umat yang penuh dengan pengalaman sukses dalam mencetak kebaikan. Umat Islam sukses mencetak ahli ibadah yang sangat dekat kepada Allah SWT, ahli ilmu yang sangat cerdas, ahli dakwah yang berhasil meluaskan pengaruh Islam, tentara yang mempunyai semangat jihad fii sabilillah, hingga ahli politik dan pemerintah yang mampu melayani masyarakat. Tengoklah para sahabat nabi SAW, para taabi’in, para taabiittaabi’in, para ulama Islam dari kalangan salaf maupun khalaf, hingga para khalifah. Mereka adalah mutiara Umat Islam yang tercetak untuk mewujudkan, menyuburkan dan menyebarkan kebaikan hakiki, yaitu Islam sebagai rahmatan lil ‘alamiin.
Berdasarkan pengalaman itu, umat Islam tidak mengalami kesulitan dalam mencetak wirausahawan muslim. Kehidupan Islam membuat mereka tidak mengalami kesulitan mencetak kebaikan apapun, termasuk mencetak kebaikan berupa wirausahawan muslim. Faktanya, umat Islam telah berhasil mencetak Abu Bakar AshShiddiq sebagai seorang muslim yang taat sekaligus wirausahawan yang piawai. Demikian juga umat Islam telah berhasil mencetak Abdurrahman bin Auf sebagai muslim yang taat sekaligus wirausahawan.
Umat Islam tidak kesulitan mencetak wirausahawan muslim sebab mereka berlandaskan wahyu Allah SWT dalam surat Ar Ra’du ayat 11: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu mengubah dirinya sendiri”. Umat Islam sadar bahwa kebodohan bisa dihilangkan dengan sistem pendidikan Islam, benteng musuh dapat dibuka dengan penyerbuan atau kemiskinan dapat dihilangkan dengan mewujudkan sistem perekonomian Islam. Demikian juga mereka sadar bahwa mereka tidak akan mengalami kesulitan mencetak wirausahawan muslim. Dalam hal ini umat Islam akan melakukan dua langkah strategis, yaitu:
1. Umat Islam akan membentuk kepribadian Islam pada individu-individu umat Islam. Pembentukan kepribadian Islam dilakukan dengan membentuk kesadaran Islam dan kecenderungan Islam.
a. Dengan kesadaran Islam tersebut, umat Islam akan selalu melakukan aktifitas yang sesuai ajaran Islam. Jika nantinya mereka menjadi wirausahawan muslim mereka tidak akan melakukan aktifitas bisnis ribawi sebab di dalam dirinya sudah terdapat kesadaran Islam bahwa Allah SWT telah melarang riba sebagaimana di dalam surat Al Baqarah ayat 275: ”Orang-orang yang (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan, lantaran penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ...”. Mereka juga tidak akan melakukan aktifitas bisnis monopoli dengan harga yang sangat mahal sebab mereka sadar bahwa monopoli dilarang dan harga yang sangat mahal termasuk penipuan ghabn, mereka juga tidak akan melakukan penyuapan sebab mereka sadar bahwa Islam melarang penyuapan walaupun hanya sedikit, dan mereka juga tidak akan berbisnis mencaplok harta milik umum dengan alasan apapun sebab mereka sadar bahwa Allah SWT melarang membisniskan harta milik umum. Jadi kesadaran Islam menyebabkan mereka terhalang dari jalan wirausahawan yang tidak islamiy dan jahat.
b. Apalagi ditambah dengan kecenderungan untuk melaksanakan yang Islamiy dan kecenderungan untuk meninggalkan yang tidak Islamiy, pastilah kecenderungan yang islamiy ini menyebabkannya tertutup menjadi wirausahawan jahat, bahkan sebaliknya mereka akan menjalani dan meniti kehidupan wirausaha yang islamiy.
2. Kedua, umat Islam akan menempa kewirausahaan pada individu-individu umat Islam. Individu berkepribadian Islam di tengah umat Islam yang ingin menjadi wirausahwan akan ditempa dengan pemikiran wirausaha dan keberanian berwirausaha. Harapannya tidak muncul wirausahawan yang ‘bondo nekat’ atau peragu yang hanya mencetak wirausahawan yang gagal. Jika para wirausahawan tersebut hanya ditempa dengan keberanian berwirausaha, tanpa pemikiran wirausaha, maka mereka akan menjadi wirausahawan muslim yang nekad, sedangkan jika mereka hanya ditempa dengan pemikiran wirausaha, tanpa keberanian wirausaha, maka mereka akan menjadi wirausahawan muslim peragu. Namun dengan ditempakan pemikiran dan keberanian wirausaha, wirausahawan muslim siap menempuh kehidupan sukses sebagai wirausaha, tanpa meninggalkan kepribadiannya sebagai muslim.

Selanjutnya para wirausahwan Islam, bersama dengan politikus Islam, ulama Islam, pekerja Islam, pendidik Islam, dan seluruh elemen-elemen Islam yang lain di tengah kehidupan Islam akan berkiprah mengisi waktu membangun peradaban Islam hingga datang saatnya Allah SWT memberikan pahala atas kebaikan yang mereka lakukan di dunia. Mereka membuktikan firman Allah SWT secara amaliy: ”Dan carilah dari apa yang diberikan Allah (kemuliaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan nasibmu di dunia”

Tanggung Jawab Bersama
Individu di tengah umat Islam yang ingin menjadi wirausahawan muslim harus memiliki tanggung jawab yang penuh. Mereka harus menyadari bahwa kebutuhan umat Islam bukan hanya wirausahawan, namun kebutuhan umat Islam adalah wirausahawan berkepribadian Islam. Kebutuhan umat Islam adalah wirausahawan yang dikendalikan kesadaran dan kecenderungan Islam. Sebaliknya umat Islam tidak membutuhkan wirausahawan yang melepaskan diri dari kepribadian Islam ketika berwirausaha.
Dengan demikian, individu yang ingin menjadi wirausaha muslim bertanggung jawab untuk menempa diri mereka sendiri sehingga benar-benar menjadi wirausahawan muslim. Para wirausahawan muslim bertanggung jawab untuk menempa kepribadian Islam mereka sendiri sebagaimana mereka bertanggung jawab untuk menempa kesadaran wirausaha dan keberanian wirausaha mereka sendiri. Dengan tanggung jawab tersebut wirausahawan telah menyiapkan diri mereka sendiri untuk menjadi wirausahawan muslim.
Adapun umat Islam secara umum bertanggung jawab dalam penciptaan lingkungan wirausaha yang kondusif. Ibarat lahan pertanian dan tanamannya, maka umat Islam adalah lahan pertanian sedangkan wirausahawan muslim adalah tanamannya, sehingga umat Islam harus menjadi lahan pertanian yang subur bagi wirausahawan muslim. Umat Islam secara keseluruhan harus bertanggung jawab menjadi lahan yang subur bagi wirausahawan islamiy.
Tanggung jawab yang dipikul umat Islam tersebut berbentuk sistem kehidupan dan sistem ekonomi Islam. Wirausahawan muslim berkepribadian Islam akan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan sempurna jika berada di tengah sistem kehidupan dan ekonomi Islam. Jika wirausahawan muslim berkepribadian Islam adalah tanggung jawab wirausahawan muslim itu sendiri, maka sistem kehidupan dan ekonomi Islam menjadi tanggung jawab umat Islam secara keseluruhan. Umat Islam harus membentuk sistem kehidupan dan ekonomi Islam sehingga berbagai kebaikan, termasuk wirausahawan muslim berkepribadian Islam dapat tumbuh subur dan berkembang. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron 104: ”Hendaklah ada di antara kalian suatu umat yang mengajak kepada kebaikan, memerintahkan mengerjakan yang ma’ruf dan meninggalkan yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung”


UNDANGAN KAJIAN ISLAM

MEMBANGUN JIWA KEWIRAUSAHAAN ISLAM

TEMPAT : MASJID AT TAKWA SUMBER
HARI : MINGGU, 6 FEBRUARI 2011
WAKTU : 09.00 – 14.00 WIB
PEMBICARA :
1. USTADZ DR. AGUNG RIYARDI, MSi (FORUM KOMUNIKASI MASJID JAWA TENGAH)
2. DRS. ZAINAL ABIDIN ZEN (PENGUSAHA)

NB: DIADAKAN KONSULTASI PROPOSAL WIRAUSAHA OLEH PAKAR & PRAKTISI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar