Kamis, 17 Februari 2011

MASJID DAN UKHUWAH ISLAMIYAH


Segera setelah tiba di Madinah dalam perjalanan hijrahnya dari Mekah, hal yang dilakukan Nabi Muhammad SAW adalah mendirikan masjid. Dimulai dari penetapan lokasi masjid, kemudian dilakukan pembelian tanah lokasi masjid tersebut dari pemiliknya yaitu dua orang anak yatim, Sahl dan Suhail, selanjutnya dilakukan pembangunan masjid di mana semua anggota masyarakat, termasuk Rasulullah SAW dan para sahabat, terlibat dalam pembangunannya, akhirnya berdirilah masjid Nabawi dengan luas pada waktu itu kurang lebih 50 m x 50 m. Dengan kehadiran masjid tersebut, nampak dengan jelas bahwa sebuah peradaban, yaitu peradaban Islam sedang bersiap untuk bangkit dan memuliakan manusia di dunia dan akhirat.
Di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad SAW dan dilanjutkan oleh para sahabatnya dan para tabi’in, masjid menjadi pusat persaudaraan dan persatuan umat Islam dalam akidah, hukum syara’ Islam dan dalam menyelesaikan permasalahan yang muncul sehari-harinya. Sangat jelas sekali bahwa Nabi Muhammad SAW dan umat Islam saat itu sedang memancarkan akidah Islam, menerapkan hukum syara’ Islam dan merajut benang-benang persatuan dan persaudaraan.
Berkaitan dengan akidah, semua umat Islam meyakini rukun Iman di mana salah satu pengajarannya melalui tanya jawab antara Malaikat Jibril dengan Rasulullah SAW ketika sedang bersama para sahabatnya. Pada waktu itu pengajaran juga mencakup rukun Islam, pengertian ihsan dan beberapa hukum syara’.
Bahkan umat Islam yang berada di tempat yang jauh dari Rasulullah SAW pun berakidah dan hukum syara’ Islam sama seperti umat Islam yang di sekitar Rasulullah SAW. Utusan Rasulullah SAW telah mengajak mereka memeluk agama Islam dan menjalankan agama Islam. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Thalhah bin Ubaidillah disebutkan: “Seorang penduduk Najed yang berrambut kusut menemui Rasulullah SAW. Kami lamat-lamat mendengar suaranya tetapi tidak paham apa yang dikatakan sampai ia mendekati Rasulullah dan menanyakan tentang Islam. Lalu Rasulullah bersabda: Salat lima kali sehari semalam. Orang itu bertanya: Apakah ada salat lain yang wajib bagiku? Rasulullah menjawab: Tidak ada, kecuali kalau engkau ingin melakukan salat sunat. Kemudian Rasulullah bersabda: puasa pada bulan Ramadan. Orang itu bertanya: Apakah ada puasa lain yang wajib bagiku? Rasulullah menjawab: Tidak ada, kecuali kalau engkau ingin melakukan puasa sunat. Lalu Rasulullah melanjutkan: zakat fitrah. Orang itu pun bertanya: Apakah ada zakat lain yang wajib bagiku? Rasulullah menjawab: Tidak, kecuali kalau engkau ingin bersedekah. Kemudian lelaki itu pergi dan berkata: Demi Allah, aku tidak akan menambahkan kewajiban ini dan tidak akan menguranginya. Mendengar itu Rasulullah bersabda: Ia orang yang beruntung kalau benar yang diucapkannya itu”. Dengan demikian sangat jelas sekali bahwa umat Islam bersatu dalam akidah yang memancarkan hukum syara’ Islam dan masjid merupakan tempat yang penting dalam kesatuan akidah dan hukum syara’ Islam tersebut.
Masjid pun menjadi tempat di mana semua permasalahan yang terjadi terselesaikan dengan baik. Berbagai ketidaktahuan dan kesalahpahaman terselesaikan dengan baik. Contoh orang Najed di atas menunjukkan hal tersebut. Orang Najed tersebut tidak tahu tentang Islam atau ragu-ragu tentang Islam yang telah disampaikan utusan Rasulullah ke Najed. Selanjutnya dia langsung menemui Rasulullah SAW, menanyakan permasalahannya dan mendapatkan jawaban penyelesaiannya dari Rasulullah SAW. Dengan demikian kedatangan Islam dengan masjidnya menyebabkan ketidaktahuan menjadi pengetahuan dan ketidakpahaman menjadi pemahaman yang selanjutnya membawa pada persatuan dan persaudaraan yang baik.
Islam dengan masjidnya juga menyelesaikan permasalahan beda pendapat dengan sempurna melalui musyawarah yang benar. Salah satu contohnya adalah permasalahan beda pendapat untuk menghadapi musuh yang mengancam seperti pada saat perang Uhud. Pada saat itu, ada dua pendapat, salah satunya adalah menghadapi musuh di Bukit Uhud. Karena pendapat ini merupakan pendapat mayoritas rakyat, Rasulullah SAW menyetujui, selanjutnya mempersiapkan dirinya dan memobilisasi seluruh pasukan, dan esok harinya pada hari Sabtu berangkat menuju Bukit Uhud menyongsong musuh. Terlihat sekali bahwa permasalahan adanya berbagai pendapat yang berbeda di tengah masyarakat yang menyebabkan amaliyah tidak dapat dilakukan, diselesaikan oleh Rasulullah SAW dengan menyetujui pendapat mayoritas sebagai pendapat bersama sehingga amaliyah dapat dilakukan.
Pada masa Khulafaurrasyidin pun terlihat dengan jelas bahwa Islam dan masjidnya menyelesaikan permasalahan dengan baik yang berujung pada persatuan dan persaudaraan umat Islam. Setelah Rasulullah SAW wafat, kalangan Muhajirin dengan Anshar berbeda pendapat tentang siapa yang sepantasnya memimpin umat Islam menggantikan Rasulullah SAW. Setelah berdiskusi cukup lama, pada malam hari terpilihlah Abu Bakar Ashshiddiq sebagai pemimpin dengan mendapatkan baiat dari sahabat yang hadir di tempat tersebut. Esok harinya, beliau pergi ke masjid dan mengumumkan terpilihnya beliau sebagai pemimpin menggantikan Rsaulullah SAW sehingga mendapatkan ketaatan dari umat Islam pada waktu itu. Jadi Islam dan masjidnya telah menyelesaikan dengan sempurna permasalahan pergantian kepemimpinan.
Islam dan masjidnya juga berperan dalam penyelesaian permasalahan kepemimpinan setelah Utsman bin Affan. Permasalahannya pada waktu itu adalah sekelompok kecil masyarakat mendahului mayoritas umat Islam dalam pengangkatan Ali bin Abi Thalib. Menyadari permasalahan tersebut, Ali bin Abi Thalib menyodorkan tawaran berupa pembaiatan di masjid, sehingga khalifah tidak hanya didukung oleh sekelompok kecil, namun benar-benar didukung mayoritas umat Islam. Permasalahan pun selesai, Ali bin Abi Thalib terpilih memimpin umat Islam melalui baiat di masjid oleh mayoritas umat Islam.
Sebaliknya, Islam dan masjid juga menghilangkan akar permasalahan dengan sempurna. Pada masa Rasulullah SAW, orang Yahudi sengaja membuat masjid namun di dalamnya digunakan untuk persiapan makar terhadap Rasulullah SAW. Jadi dalam hal ini masjid tidak digunakan untuk menyelesaikan masalah yang nantinya menghasilkan persatuan dan persaudaraan, namun masjid ini merupakan akar permasalahan dari keterpecahbelahan dan persengketaan. Akar permasalahan ini pun diselesaikan dengan cara masjid tersebut dibakar.
Adapun pada masa Umar bin Khaththab, terdapat dua orang yang duduk-duduk di masjid pada saat semua orang aktif bekerja. Mengetahui hal itu, Umar menanyakan permasalahan mereka duduk-duduk di masjid. Mereka menjawab bahwa mereka sedang bertawakal kepada Allah SWT dalam bentuk duduk di masjid karena menjadi pengangguran dan tidak memiliki suatu hal untuk bekerja. Mencermati hal itu, Umar beranggapan bahwa mereka tidak sedang bertawakal kepada Allah SWT namun sedang berpangku tangan di masjid. Selanjutnya Umar mengusir mereka dari masjid sambil memberikan sejumlah biji-bijian yang memungkinkan mereka aktif bekerja. Dengan demikian, Islam dan masjidnya telah menghilangkan akar permasalahan berupa ketidakmampuan bekerja dan pengangguran.
Berdasarkan hal-hal di atas jelaslah bahwa masjid harus mampu memberikan penyelesaian Islam terhadap seluruh permasalahan yang terjadi di tengah rakyat sehingga masjid menjadi pusat persatuan dan persaudaraan yang baik bagi seluruh rakyat. Memang masjid merupakan pusat ibadah umat Islam, namun masjid juga harus berfungsi menyelesaikan permasalahan yang terjadi secara islamiy, dan menghasilkan persatuan dan persaudaraan yang baik. Pertanyaannya, bagaimana masjid pada masa sekarang dapat berfungsi sebagai tempat ibadah sekaligus pusat penyelesaian permasalahan yang terjadi di tengah umat Islam sebagaimana masjid pada masa Rasulullah SAW dan masa para sahabat?

Berlandaskan Akidah dan Hukum Syara’ Islam
Umat Islam yang menjadi jamaah masjid harus selalu berlandaskan akidah dan hukum syara’ Islam dalam melaksanakan semua hal, sebab hakikat Islam adalah akidah dan hukum syara’ Islam. Dengan kata lain, di bawah naungan masjid, umat Islam harus khudu’ (tunduk), ridlo (rela) dan taslim (berserah diri) di bawah aturan Islam. Banyak sekali dalil-dalil dalam ajaran Islam yang menunjukkan hal itu. Allah SWT berfirman dalam surat An Nisaa ayat 65: “Maka demi Tuhanmu! Mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau hakim dalam perselisihan yang timbul di antara mereka, kemudian mereka tidak merasa keberatan di hati mereka tentang keputusan yang telah engkau tetapkan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya”. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang melakukan sesuatu amalan yang tidak dari perintah kami, maka ia adalah tertolak”
Dengan selalu berlandaskan akidah dan hukum syara’ Islam berbagai permasalahan kehidupan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya. Penyelesaian yang sebaik-baiknya tersebut selanjutnya membawa pada persatuan dan persaudaraan yang baik di tengah masyarakat. Berdasarkan hal itu pula umat Islam dan masjid harus banyak mempelajari dan menelaah ajaran agama Islam sehingga setiap amal perbuatan yang dilakukan selalu berlandaskan akidah dan hukum syara’ Islam yang nantinya membawa pada persatuan dan persaudaraan.
Selain itu umat Islam dan masjid harus menolak landasan berfikir yang tidak sesuai dengan Islam, termasuk sekulerisme sebab sekulerisme membatasi agama pada perbuatan ritual dan ibadah semata dan memberikan tempat yang luas pada hawa nafsu untuk mengatur seluruh perbuatan kehidupan. Hal ini harus ditolak sebab membawa masjid hanya sebagai tempat perbuatan ritual dan ibadah, khususnya sholat, adapun masjid tidak diberi tempat menyelesaikan permasalahan kehidupan. Demikian juga sekulerisme harus ditolak sebab memberi peluang kepada pemikiran yang dikuasai hawa nafsu untuk menyelesaikan masalah kehidupan. Bukannya penyelesaian masalah yang bakal diperoleh, bahkan masalah demi masalah silih berganti menimpa rakyat, sebagaimana saat ini terjadi di tengah umat Islam. Demikianlah umat Islam dan masjid harus menolak semua pemikiran yang tidak sesuai Islam, seperti sekulerisme, liberalisme, kapitalisme, nasionalisme, patriotisme, sosialisme, komunisme dan lain-lain pemikiran yang tidak sesuai dengan Islam.

Melakukan Musyawarah
Di bawah naungan masjid, musyawarah harus selalu dilakukan oleh umat Islam. Melalui musyawarah ini berbagai perbedaan pendapat pemikiran dapat disatukan berdasarkan alasan-alasan yang masuk akal. Mungkin penyatuan pendapat melalui musyawarah tersebut berlandaskan kekuatan dalil, mungkin berdasarkan pendapat keahlian atau mungkin pendapat mayoritas. Jika musyawarah dapat menyatukan pendapat yang berbeda-beda, tentunya akan berlanjut pada persatuan dan persaudaraan di antara umat Islam.
Sangat disayangkan jika musyawarah di masjid tidak banyak dilaksanakan. Konon kabarnya banyak masjid yang bermusyawarah hanya dua kali dalam setahun, yaitu menjelang idul fitri dalam rangka pelaksanakan ibadah zakat fitrah dan sholat idul fitri dan menjelang idul adha dalam rangka pelaksanakan sholat idhul adha dan pelaksanaan ibadah penyembelihan kurban. Padahal permasalahan yang dihadapi umat Islam saat ini sangat banyak. Seharusnya musyawarah tidak henti-hentinya dilakukan di masjid dalam angka penyelesaian berbagai permasalahan yang terjadi.

Memanfaatkan Potensi untuk Kemaslahatan
Umat Islam dan masjid juga memiliki potensi yang besar. Potensi tersebut diantaranya adalah jamaah yang kaya, yang kuat dan yang pandai. Potensi tersebut harus digunakan untuk kemaslahatan umat. Bentuknya adalah tolong menolong di antara sesama umat Islam di sekitar msajid. Yang kuat menolong yang lemah, yang kaya membantu yang miskin dan yang pandai mengajari yang bodoh. Dengan cara seperti itu umat Islam dan masjid benar-benar hidup di bawah naungan persaatuan dan persaudaraan Islam.

PENUTUP
Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ke Madinah yang dimulai dari pembangunan masjid, penegakan akidah dan hukum syara’ Islam dan terajutnya persatuan dan persaudaraan Islam menjadi teladan bagi umat Islam dalam membangun peradaban masjid. Untuk itu, Masjid tidak boleh mengikuti arahan sekulerisme dan pemikiran lain yang tidak sesuai ajaran Islam. Arahan itu hanya menyebabkan masjid menjadi sentral ibadah sebagaimana tempat ibadah agama lainnya, sedangkan permasalahan kehidupan dikendalikan hawa nafsu dan kejahatan. Selain itu, pengajian yang menegakkan akidah dan hukum syara’ Islam harus selalu digiatkan di masjid. Kemudian, masjid juga harus banyak melakukan musyawarah dengan umat Islam di sekitar masjid dan memanfaatkan potensi yang ada untuk kemaslahatan bersama. Semoga dengan itu, masjid benar-benar menjadi pusat peradaban Islam yang menyatukan dan mempersaudarakan umat Islam sebagaimana pada masa Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan para tabiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar